Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Japan Railway "Ngebet" Kerjakan Proyek Shinkansen Indonesia

Kompas.com - 09/12/2014, 09:50 WIB

TOKYO, KOMPAS.com -  East Japan Railway Company (JR), perusahaan kereta api terbesar di Jepang, tertarik mendapatkan proyek pekerjaan jalur kereta api peluru (Shinkansen) Jakarta–Surabaya, dimulai dengan tahap pertama Jakarta-Bandung terlebih dulu. Saat ini penelitian sedang dilakukan dan berharap Maret tahun depan selesai penelitian jalur ini yang studi kelayakannya berlangsung sejak Oktober 2013.
 
“Apabila diperkenankan, tentu saja kita sangat berminat untuk mengerjakan proyek kereta api peluru di Indonesia dimulai dengan jalur Jakarta-Bandung terlebih dulu sebelum nantinya penuh Jakarta-Surabaya,” papar Executive Diractor East Japan Railway Company, Takao Nishiyama, kepada Tribunnews.com,  Kamis (8/12/2014) di kantornya di bilangan Shinjuku Tokyo.
 
Saat ini, atas penunjukan dari badan kerja sama internasional Jepang (JICA), pihak JR sedang melakukan studi kelayakan mengenai jalur kereta peluru Jakarta-Bandung yang telah dilakukan sejak Oktober tahun lalu. Diperkirakan studi kelayakan ini selesai bulan Maret 2015. Setelah itu tentu perlu dipertanyakan pendanaannya.
 
“Kami tak tahu mengenai pendanaan, itu sepenuhnya di tangan keputusan pihak pemerintah Indonesia dan tentu kalau pendanaan bisa clear nantinya, saat pengerjaan proyek, kami tentu berharap bisa mengerjakan proyek tersebut sesuai pengalaman kami menjalankan Shinkansen selama 50 tahun tanpa kecelakaan sekali pun,” tambahnya.
 
TRIBUNNEWS.COM/RICHARD SUSILO Executive Director East Japan Railway Company, Takao Nishiyama

Tahun ini adalah perayaan 50 tahun Shinkansen dan sekali pun kereta api peluru dengan kecepatan sekitar 300 kilometer per jam itu, tidak pernah sekali pun mengalami kecelakaan. Penundaan perjalanan pun hanya karena cuaca buruk, seperti salju lebat, badai, dan sebagainya.
 
“Berbicara mengenai Shinkansen, kita berbicara mengenai keamanan yang harus 100 persen sempurna aman bagi penumpang kereta api, karena ini perjalanan kereta api sangat cepat sekali,” katanya lagi.
 
Takao menegaskan, pihaknya berharap bisa mengerjakan proyek kereta peluru ini secara utuh. “Apabila kami mendapatkan proyek Shinkansen ini, tentu kami berharap satu set penuh, bukan sepotong-sepotong, dalam arti, bukan hanya kereta api saja, tetapi termasuk sistem perjalanan kereta api, infrastrukturnya dan segalanya karena memang harus aman sekali dalam mengoperasikan Shinkansen, termasuk pula pengerjaan terowongan Shinkansen adalah hal yang khusus pula tidak seperti membuat terowongan biasa karena ini kereta peluru,” ujarnya.
 
Namun, ia mempersilakan, apabila ada peralatan yang memang bisa dibuat dan dibeli di Indonesia. "Kami malah senang karena bisa menurunkan biaya dengan buatan dalam negeri Indonesia. Tetapi, untuk peralatan khusus yang harus tepat sekali guna keamanan dan kenyamanan, tak bisa dilakukan di Indonesia, ya harus diimpor dari Jepang," jelasnya.

Dia memperkirakan, biaya proyek Shinkansen Jakarta-Bandung ini mencapai satu triliun yen atau sekitar Rp 110 triliun.
 
Dari penelitian selama ini, menurut dia, yang agak sulit pengerjaan saat berada di daerah perbukitan dan pegunungan karena geografis yang curam. "Tetapi, dengan pengalamannya puluhan tahun, seperti di Jepang di daerah Nagano yang juga curam turun naik, pengerjaan Shinkansen sepenuhnya menjadi tak ada masalah bagi Jepang untuk mengerjakan seaman mungkin," tambah dia. (Richard Susilo dari Tokyo)

Baca juga: "Blusukan" Jokowi di Tianjin, dari Kereta Cepat hingga Pembangkit Listrik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com