Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri Keuangan "Blak-blakan" Ungkap Sentimen dan Peluang Pelemahan Rupiah

Kompas.com - 20/12/2014, 07:41 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pada Selasa (16/12/2014), kurs tengah Bank Indonesia untuk rupiah sempat menyentuh Rp 12.900 per dollar AS. Nilai tukar ini mulai menguat perlahan, dan pada perdagangan Jumat (19/12/2014) ditutup di level Rp 12.500 per dollar AS.

Kompas TV, Kamis (18/12/2014), menggelar wawancara khusus dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro soal tren pelemahan rupiah yang menukik setidaknya dalam dua pekan terakhir.

Berikut ini cuplikan wawancara tersebut:

Apa penyebab pelemahan rupiah yang sampai hampir menyentuh level Rp 13.000 per dollar AS?

Pertama harus dilihat dua faktor fundamental dalam konteks nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Dari sisi eksternal, ada ekspektasi Amerika bakal meningkatkan tingkat suku bunganya, perkiraan pada 2015, mungkin di semester II atau bahkan lebih cepat. Ini memang sudah terlihat tanda-tanda perbaikan ekonomi AS, yang ditunjukkan melalui pertumbuhan AS yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran yang turun. Itu faktor fundamental yang bakal terus terjadi hingga 2016.

Kemudian, faktor fundamental kedua itu berasal dari domestik, yaitu defisit (neraca) transaksi berjalan yang masih agak besar. Agak besar dalam pengertian, kita pernah mengalami masa surplus, defisit transaksi berjalan cukup lama sampai 2011, kemudian terjadi defisit.

Kemudian, kalau kita lihat 2014 ini, di triwulan II, defisitnya masih cukup tinggi sekitar 4 persen dari PDB (produk domestik bruto), meskipun di triwulan III sudah turun di dekat-dekat 3 persen. Bahkan, dibandingkan 2013 sebenarnya, defisit transaksi berjalan kita sudah lebih baik, tapi memang masih menjadi masalah fundamental.

Nah, kemudian, kenapa rupiah mengalami pelemahan yang agak cepat pada beberapa hari belakangan, ada faktor yang sifatnya temporer, yang berasal dari sentimen—baik eksternal maupun domestik—muncul.

(Sentimen) eksternal tentunya yang paling nyata antisipasi terhadap hasil rapat Federal Open Market Committee, semacam RDG (Rapat Dewan Gubernur, red) di The Federal Reserve (Bank Sentral Amerika, red) yang akan mengambil keputusan mengenai kapan kenaikan tingkat suku bunga dan berapa besarannya. Itu selalu terjadi, setiap kali rapat FOMC, karena AS sedang melakukan normalisasi kebijakan moneter, ada ekspektasi dari pelaku pasar yang membuat mereka mengambil posisi terlebih dahulu.

Kemudian, di sisi lain ada juga kondisi di Rusia. Ini kondisi yang tidak diperkirakan sebelumnya. Nilai rubel (mata uang Rusia, red) mengalami penurunan yang begitu tajam sehingga akhirnya otoritas moneter di Rusia menaikkan tingkat suku bunga (acuan) dari 10,5 persen menjadi 17 persen. Jadi, naik 650 bps. Otomatis ini menimbulkan sedikit gonjangan di pasar emerging market, dan salah satunya Indonesia.

Nah inilah yang ikut membawa rupiah sempat (hampir) menyentuh level Rp 13.000 (per dollar AS).

Bagaimana dengan pengaruh faktor politik di dalam negeri?

Saya tidak melihatnya seperti itu, dari komunikasi kami dengan para pelaku di pasar keuangan maupun pasar surat berharga. Boleh dibilang tidak ada concern sama sekali mengenai kondisi ekonomi Indonesia pada saat ini. Kalaupun ada masalah defisit transaksi berjalan, mereka sudah paham ini adalah masalah struktural dan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Ekspektasinya pada 2015, defisit transaksi berjalan akan berkurang dari sekitar 3 persen mungkin menuju 2,5 persen hingga 2 persen dari PDB.

Masyarakat harus khawatir dengan nilai tukar sekarang ini?

Pertama, nilai tukar itu harus realistis. Dalam kondisi nilai tukar kita mengikuti perkembangan pasar uang dunia. Maka, nilai tukar kita harus mencerminkan selain fundamental juga melihat kepada posisi relatif terhadap mata uang dollar AS.

Yang terjadi kemarin, ketika FOMC rapat adalah mereka yakin akan perbaikan ekonomi AS sehingga semua ambil posisi terhadap mata uang amerika itu sendiri sehingga dollar AS menguat terhadap semua mata uang.

Nah yang perlu masyarakat ketahui adalah, depresiasi rupiah, bahkan per 15 Desember kemarin bukan yang paling tajam, kita lemah sekitar 2 persen. Tapi, mata ruang Rusia, rubel itu sekitar 10 persen. Yang lain juga cukup besar. Bahkan, kalau kita pakai patokan dari awal 2014 hingga 15 Desember 2014, rupiah mengalami depresiasi hanya sekitar 5 persen, mata uang Rusia rubel 50 persen, lyra Turki sekitar 30 persen.

Kemudian yang menarik di regional, meskipun rupiah melemah terhadap dollar AS, ternyata rupiah mengalami penguatan terhadap beberapa mata uang regional, seperti yen Jepang, won Korea, dan ringgit malaysia. Jadi, artinya masyarakat harus melihat hal ini dalam konteks yang lebih menyeluruh jangan hanya melihat pada rupiah melemah. Satu lagi, pelemahan rupiah harusnya menjadi momentum kita untuk semakin membenahi sektor manufaktur.

Pembenahan seperti apa misalnya?

Artinya, pelemahan rupiah itu adalah momen kita untuk mengangkat kembali sektor manufaktur karena pelemahan rupiah akan menguntungkan ekspor yang sifatnya manufaktur bukan yang sifatnya komoditas karena saat ini harga komoditas sedang jelek. Nah, ini, munurut saya, kita harus segera mengambil manfaat dan kesempatan dari pelemahan nilai rupiah ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Sumber Kompas TV
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com