Badan Ekonomi Kreatif diharapkan mempermudah akses masyarakat untuk mengembangkan industri dan ekonomi kreatif.
”Masyarakat terpencil sekalipun tetap banyak yang memiliki potensi industri dan ekonomi kreatif khas Indonesia. Tetapi, mereka selama ini tidak memiliki akses terhadap birokrasi pemerintah untuk membantu pengembangannya,” kata Chaedar Saleh, ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/1).
Chaedar memimpin kelompok usaha Tim Lacak Kreatif untuk pemberdayaan masyarakat terpencil yang memiliki latar belakang kebudayaan khas Indonesia. Saat ini, Tim Lacak Kreatif ingin memberdayakan komunitas masyarakat di sekitar Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, dengan industri kreatif kriya bambu.
Komunitas perajin bambu itu tersebar di beberapa kampung meliputi Kampung Ciukir, Kampung Empang, Kampung Pasir Bitung, Kampung Gunung Malati, Kampung Legok, dan Kampung Cipangaulaan. Lokasi mereka berada di dekat situs megalitikum Gunung Padang yang belakangan banyak mengundang kontroversi dan mengundang semakin banyak pengunjung.
”Kami menemukan komunitas perajin bambu yang memiliki potensi untuk industri dan ekonomi kreatif itu dalam radius lima kilometer dari situs megalitikum Gunung Padang,” kata Saleh.
Tiru Jepang
Mengenai arah dan strategi yang patut ditempuh suatu badan khusus yang ingin menangani masalah industri dan ekonomi kreatif, menurut Saleh, dapat mencontoh negara Jepang. Suatu ketika, Pemerintah Jepang mengundang dan membiayai suatu kelompok kerja industri kreatif dari Indonesia untuk datang ke Jepang. Di Jepang, tamu dari Indonesia diminta menjelaskan berbagai aktivitasnya.
”Ujung-ujungnya, Jepang berhasil mengetahui kebutuhan kita dan menerapkan strategi pemasaran produk mereka di Indonesia,” kata Saleh.
Birokrasi pemerintah selama ini tidak banyak berperan menjembatani kebutuhan komunitas industri dan ekonomi kreatif. Dengan adanya Badan Ekonomi Kreatif, menurut Saleh, diharapkan mempermudah akses masyarakat terhadap pengetahuan untuk mengembangkan industri kreatif mereka.
Sebenarnya, pemerintah telah memiliki cetak biru ”Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”. Di dalamnya termuat Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif Indonesia 2009-2015 yang mencakup periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film-video-fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan.
”Badan Ekonomi Kreatif seandainya sudah terbentuk dan beroperasi bisa menggunakan buku cetak biru ini supaya tidak mengulang dari nol untuk pengembangan ekonomi kreatif,” kata Direktur Pengembangan Seni Rupa Kementerian Pariwisata Watie Moerany.
Buku itu selesai disusun dan dicetak pada 2008 di bawah Kementerian Perdagangan yang saat itu dipimpin Menteri Mari Elka Pangestu. Selanjutnya, Mari memimpin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2009-2014 yang sekarang diubah Presiden Joko Widodo menjadi Kementerian Pariwisata. (Nawa Tunggal)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.