Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Sampai Penurunan Harga BBM Hanya Dinikmati Pengguna Kendaraan Pribadi"

Kompas.com - 19/01/2015, 11:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan pemerintah untuk bersama-sama dengan Organda dan pemangku kepentingan lain, sesegera mungkin menyusun formulasi penetapan tarif angkutan umum dalam kota.

Terus berubahnya harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi momen untuk mengkaji-ulang penetapan tarif secara periodik.

Pengurus harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, jangan sampai penurunan harga BBM tidak ada manfaatnya bagi masyarakat menengah ke bawah, yang notabene banyak menggunakan jasa angkutan umum.

“Jangan sampai, turunnya harga BBM hanya dinikmati pemilik kendaraan pribadi. Kalau tidak ini akan menjadi paradoks bahwa pemerintah ingin mendorong penggunaan angkutan umum,” kata Tulus kepada Kompas.com, akhir pekan lalu.

Paling tidak, lanjut dia, pemerintah bisa melihat pergerakan harga BBM dalam 3-6 bulan. Tulus mengatakan, pemerintah provinsi harus membahas hal ini segera dan menetapkan kebijakan tarif yang lebih permanen.

“Kalau dulu tarif naik lantaran kenaikan harga BBM. Sekarang harga BBM turun, harusnya tarif ikut menyesuaikan,” kata dia.

Dia bilang, selain harga BBM ada dua indikator lain yang bisa dijadikan acuan untuk menyusun formulasi tarif, yakni kurs rupiah serta inflasi. Kendati begitu, Tulus bilang, kalau pemerintah enggan mengintervensi instrumen tarif, setidaknya pemerintah bisa memberikan insentif kepada pengusaha angkutan.

“Misalkan biaya pajak kendaraan, atau bea masuk suku cadang. Sehingga harganya lebih murah. Kalau itu bisa diberikan, saya kira bisa, tidak harus naik tarif (ketika harga BBM kembali naik). Kan ironis, ketika kendaraan pribadi diberikan insentif fiskal, seperti LCGC, tapi angkutan umum justru tidak,” kata dia.

Senada, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai, pemerintah memang sulit melakukan intervensi ke tarif, jika harga BBM sudah tidak lagi disubsidi.

Intervensi pemerintah bisa dilakukan dengan menetapkan standar pelayanan minimal (SPM), baik keselamatan dan pelayanan. Standar pelayanan meliputi diantaranya frekuensi ketersediaan armada, ketersediaan kursi penumpang, kondisi fisik dari kendaraan itu sendiri, serta terminal penumpang.

Sementara itu, keselamatan meliputi diantaranya kepatuhan perusahaan otobus melakukan uji layak kendaraan, dan juga pengetahuan uji kompetensi dari pengemudi, serta kondisi kendaraan yang layak jalan.

“Kalau pemerintah mau fokus ke situ saja, saya kita bisa (tarif itu) self-regulating. Nah yang menjadi pertanyaan, ketika pemerintah tidak mau masuk ke instrumen tarif, apakah operator angkutan umum itu terjadi kompetisi?” ujar Danang dihubungi Kompas.com, Minggu (18/1/2015).

Sayangnya, Danang menengarai para operator berpeluang menjadi ‘kartel’ alias janjian menentukan tarif sendiri. Jika sudah demikian, yang terbentuk adalah pasar ologipoli. “Jika tidak terjadi kompetisi,masyarakat yang dirugikan,” ucap dia.

baca juga: Harga Premium Turun, Seharusnya Harga Barang Juga Turun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com