Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPRD dan Walhi Permasalahkan Tambang Batu Bara di Bengkulu

Kompas.com - 21/01/2015, 19:51 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis


BENGKULU, KOMPAS.com — Kisruh pengelolaan pertambangan batu bara di Bengkulu belakangan menghangat. Hal ini bermula dari hasil investigasi DPRD setempat yang menyebutkan, ratusan miliar rupiah dan jutaan ton ekspor emas hitam tersebut diduga ilegal.

"Modus yang dilakukan beragam, salah satunya pengapalan hasil batu bara Bengkulu menuju Teluk Bayur, ternyata diantar ke Pulau Pagai, Sumbar, dan langsung diekspor. Artinya, royalti dan pendapatan asli daerah (PAD) atas keuntungan didapat oleh Sumbar, bukan Bengkulu," kata Edi Sunandar, anggota DPRD Provinsi Bengkulu, beberapa waktu lalu.

Ia menyebutkan, terdapat 47 perusahaan pertambangan aktif di Bengkulu. Satu perusahaan menjual batu bara sekitar 1,5 juta ton per tahun dengan pendapatan mencapai Rp 400 miliar.

"Tak ada yang masuk ke PAD karena memang kesalahan daerah yang tak memiliki perda khusus yang mengatur penerimaan daerah dari batu bara. Ini menjadi tugas DPRD," ujarnya.

Edi Sunandar, Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, juga menyatakan hal serupa. Menurut dia, hasil investigasi pihaknya menunjukkan bahwa corporate social responsibility (CSR) perusahaan tambang masih minim.

"Ada satu perusahaan dengan hasil Rp 400 miliar, tetapi CSR hanya dikucurkan Rp 1,5 miliar untuk masyarakat sekitar desa. CSR juga harus diatur dalam perda khusus agar perusahaan bertanggung jawab. Kasihan daerah, jalan rusak, lingkungan rusak, sementara tak ada pendapatan untuk daerah," tekan dia.

Persoalan royalti juga menjadi temuan dewan beberapa daerah kabupaten. Mereka menyatakan, beberapa perusahaan pertambangan telat, bahkan menunggak pembayaran royalti. Terkait persoalan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten.

Sementara itu, Port Manager PT Injatama, salah satu perusahaan pertambangan batu bara di Bengkulu, Yunan, menolak jika perusahaannya dituding termasuk dalam ekspor ilegal. "Kami tak mungkin berani melakukan hal tersebut, lagian kami memiliki izin, seperti ekspor terdaftar (ET) serta sertifikat clean and clear," ucap Yunan.

Selanjutnya, sengkarut pengelolaan pertambangan semakin bertambah saat Walhi Bengkulu melapor ke KPK bahwa beberapa pertambangan memiliki wilayah konsesi di area yang masuk kawasan hutan lindung.

"Belum lama ini kami telah memberikan laporan ke KPK berupa beberapa data terkait perusahaan tambang yang masuk wilayah hutan, dan diduga pula terjadi unsur korupsi di pengelolaan sumber daya alam ini," kata Direktur Walhi Bengkulu Benny Ardiansyah.

Walhi juga menyebutkan banyak temuan praktik pertambangan di Bengkulu yang tak patuh, misalnya terkait reklamasi. Areal bekas galian dibiarkan menganga pada saat aktivitas pertambangan telah usai.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu hingga saat ini belum dapat dimintai konfirmasi terkait persoalan ini. Kompas.com sempat bertandang ke dinas ESDM, tetapi kepala dinas tak berada di tempat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com