Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Sampai Tercekik Tarif Listrik

Kompas.com - 22/01/2015, 07:00 WIB
KOMPAS.com - Listrik dan bahan bakar minyak adalah komponen kebutuhan masyarakat yang sama-sama mendapat subsidi dan harganya diatur oleh pemerintah. Namun, berbeda dengan harga bahan bakar minyak, penetapan tarif listrik cenderung jauh dari tegangan politik. Di tengah krisis listrik, tarif listrik diam-diam mencekik.

Mulai 1 Januari 2015 berlaku penyesuaian tarif tenaga listrik sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31 Tahun 2014. Tarif penyesuaian akan diberlakukan setiap bulan mengikuti perubahan nilai tukar rupiah, harga bahan bakar, dan inflasi bulanan.

Sebenarnya tidak semua kelompok pelanggan akan mengalami pembengkakan pengeluaran untuk biaya listrik. Prioritas kenaikan atau penyesuaian tarif tenaga listrik hanya untuk rumah tangga golongan menengah ke atas yang tersambung daya listrik 1.300 VA ke atas. Selain itu, juga untuk pelanggan kelompok bisnis 6.600 VA ke atas, pelanggan industri 200.000 VA ke atas, kantor pemerintah dengan 6.600 VA ke atas, lampu penerangan jalan, dan layanan khusus.

Tarif penyesuaian tidak berlaku untuk kelompok pelanggan rumah tangga kecil dengan daya 450 VA dan 900 VA. Tidak juga bagi kelompok pelanggan bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial.

Kebijakan penyesuaian tarif tenaga listrik (TTL) ini sudah dilakukan beberapa kali. Sejak tahun 2014, terjadi tiga kali perubahan TTL yang menyebabkan kelompok pelanggan rumah tangga berdaya 1.300 VA mengalami kenaikan tarif sebesar 62 persen dibandingkan dengan tarif terakhir yang berlaku sebelum 2014, yaitu pada awal 2013. Sementara itu, tarif untuk kelompok pelanggan rumah tangga 2.200 VA, 3.500-5.500 VA, dan 6.600 VA ke atas secara berturut-turut naik sebesar 60 persen, 58 persen, dan 52 persen.

Sebagai gambaran kalkulasi, dengan pemakaian rata-rata per bulan rumah tangga yang menggunakan daya listrik 1.300 VA sebesar 150 kWh (atau 5 kWh per hari), setahun yang lalu pembayaran tarif listrik hanya sekitar Rp 124.950. Tarif ini di luar biaya beban bulanan yang ditetapkan berdasarkan jam nyala dalam rekening minimum. Untuk Januari 2015, dengan jumlah pemakaian yang sama, pembayaran tarif listrik menjadi Rp 202.800.

Pemberlakuan kebijakan tarif penyesuaian ini didasari kesepakatan antara pemerintah dan legislatif yang ingin mengurangi subsidi listrik secara bertahap dengan tidak mengorbankan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam rentang waktu 2010-2014, realisasi subsidi listrik mengalami kenaikan Rp 42,2 triliun atau tumbuh rata-rata 15,9 persen per tahun. Namun, secara nominal, subsidi listrik ini jauh di bawah subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Peningkatan realisasi subsidi listrik terjadi antara lain akibat naiknya biaya pokok penyediaan tenaga listrik karena penggunaan BBM masih dominan dalam sistem pembangkit listrik nasional. Selain itu, juga dipengaruhi perubahan nilai kurs terhadap dollar AS dan harga minyak dunia serta semakin meningkatnya penjualan tenaga listrik.

Dengan ketiga indikator tersebut, tarif listrik yang dibayar dapat bergerak naik atau turun. Pemerintah secara rutin akan memperbarui tarif tenaga listrik setiap bulan per tanggal 1. Kebijakan kelistrikan ini jelas akan memengaruhi inflasi karena kenaikan tarif listrik akan menambah beban pengeluaran rumah tangga. Pada Desember 2014, dengan inflasi sebesar 2,46 persen, tarif listrik menjadi komoditas penyumbang terbesar ketiga (0,15) terhadap inflasi setelah beras (0,17) dan cabai merah (0,16).

Elektrifikasi

Masalah harga dan akses listrik menjadi dua persoalan utama kelistrikan. Penjualan tenaga listrik meningkat 45 persen selama periode 2008-2013. Peningkatan terbesar terjadi pada kelompok rumah tangga sebesar 54 persen. Peningkatan penjualan ini seiring dengan meningkatnya rasio elektrifikasi yang pada 2013 mencapai 80,51 persen. Sebanyak 51,69 juta rumah tangga dari total 64,2 juta rumah tangga di Indonesia berlangganan listrik. Sementara itu, peningkatan penjualan tenaga listrik untuk kelompok industri tergolong paling kecil, hanya 34 persen.

Meningkatnya rasio elektrifikasi ini tentu suatu prestasi karena mampu menyediakan energi listrik bagi masyarakat lebih luas. Namun, krisis listrik masih terjadi karena penyediaan listrik masih berbasis permintaan yang menimbulkan paradoks. Di suatu wilayah yang dekat dengan pembangkit listrik bisa jadi memiliki rasio elektrifikasi yang rendah alias tidak mendapatkan akses listrik. Hal ini karena alasan dinilai tidak ekonomis akibat sedikitnya permintaan sambungan listrik.

Penyediaan listrik yang didasarkan atas permintaan menyebabkan hanya kelompok masyarakat atau badan usaha yang mampu saja serta kota-kota besar yang mendapat pasokan listrik. Wilayah pedesaan dan perbatasan menjadi prioritas terakhir penyediaan listrik sehingga krisis listrik terus berlanjut.

Tahun 2019, elektrifikasi ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo mencapai 100 persen. Untuk mencapai hal itu, Presiden menginstruksikan penyediaan listrik 35.000 megawatt (MW) dalam lima tahun mendatang. Artinya, perlu tambahan sebesar 7.000 MW per tahun.

Target ini mendapat tantangan besar mengingat program 10.000 MW tahap I mundur dari waktu yang direncanakan (2007-2013). Sementara program 10.000 MW tahap II (2013- 2018) dengan prioritas pada pembangkit listrik tenaga panas bumi sulit direalisasikan. Di tengah persoalan penyediaan listrik, subsidi berangsur dihapus akan menyebabkan tarif yang kian tinggi mencekik masyarakat. (Giani - LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com