Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Beda antara Sekolah dan Belajar

Kompas.com - 23/01/2015, 08:00 WIB
                                    Ryan Filbert
                                 @RyanFilbert

KOMPAS.com - Saya juga sama seperti manusia lainnya, menikah dan bersyukur bahwa di usia pernikahan saya yang menginjak empat tahun, saya dikaruniai seorang anak perempuan cantik yang amat kami cintai dan sayangi.

Saat ini, usia anak saya hampir menginjak dua tahun. Tanpa terasa saya melihatnya bertumbuh, berkembang, dan mengalami sebuah hal penting yang disebut belajar. Ada beberapa hal yang saya ingat dengan baik, di antaranya adalah bagaimana anak saya mulai belajar berjalan.

Dimulai dari merangkak, lalu berdiri, kemudian yang dikenal dengan merambat, lalu berjalan terhuyung-huyung dan terjatuh kembali. Sebagai orangtua, inilah momen terbaik. Ketika melihat anak saya terjatuh, saya selalu mengatakan, “Ayo bangkit lagi, tidak apa-apa, belajar memang perlu perjuangan!”

Ya, terdengar aneh karena saya mengatakannya kepada seorang anak berusia satu tahun, tapi itulah yang saya katakan. Saya ingin alam bawah sadarnya merekam bahwa saya adalah orangtua yang mendukungnya ketika terjatuh.

Menariknya, ketika semakin besar dan usianya hampir menginjak dua tahun, ketika terjatuh cukup keras bahkan terluka, sambil menangis putri kecil saya mengatakan, “Tidak apa-apa.”
Hidup akan penuh dengan jatuh dan bangun. Entah sampai kapan seseorang akan menemui kejatuhan dan kegagalan, tapi hanya satu resep kesuksesan sejati, yaitu bangkit ketika jatuh dan terpuruk.

Dan hal menarik lain dalam pembelajaran putri saya adalah ketika ia memasukkan uang logam ke celengan. Di usianya yang pertama, sering kali ia memegang uang logam dan kesulitan memasukkannya ke lubang celengan. Apa yang ingin saya ajarkan adalah level dasar mengenai perlunya menyimpan uang, yang tentunya di kemudian hari ‘dosisnya' akan saya gandakan, menjadi menghimpun aset, bukan lagi menabung.

Terjadi kesulitan berkali-kali setidaknya, sampai separuh celengan terisi, dengan setiap harinya saya membantu tangan kecilnya untuk memasukkan uang logam. Namun beberapa bulan lalu, dengan posisi tangan seperti apa pun, putri kecil saya mampu memasukkan uang logam dengan mudah sendiri.

Ada beberapa hal menarik yang bisa saya bagikan, di mana nilai-nilai kehidupan sebenarnya dipelajari bukan dari saat seseorang itu menjadi lebih besar, namun jauh-jauh hari sebelumnya.
Dalam mendidik anak, bukan hanya anak tersebut saja yang dituntut untuk bisa belajar, namun kita sebagai orangtua dan mungkin keluarga lainnya, maukah belajar?

Karena sebenarnya, banyak hal yang orangtua ajarkan kepada anak-anaknya dengan kurang tepat. Ya kurang tepat menurut saya. Apa saja?

1.    Menertawai hal salah
Saya kadang sangat kesal dengan orangtua di sekitar anak saya yang senang menertawai kesalahan putri saya. Misalkan dia belajar mengeja sesuatu yang salah, lalu ditertawai. Secara alamiah, otak primitif kita akan mengasumsikan bahwa hal yang ditertawai adalah sebuah hal baik, menarik, lucu, dan untuk dipraktikkan ulang. Nyatanya tidak!

2.    Komunikasi yang salah
Anak kecil belajar dengan cepat dan menyerap dari lingkungan di sekitarnya. Bagaimana Anda sebagai orangtua berkomunikasi akan diduplikasi. Ingat, versi saya DIDUPLIKASI alias ditiru. Jadi bila Anda berbicara dengan kasar kepada orang lain di rumah Anda, dan sering terjadi percekcokan mulut, hal ini akan membuat anak kita menjadi anak yang kasar dan mungkin justru akan meniru cara Anda menyelesaikan percekcokkan tersebut. Apakah dengan menampar?
Apakah berakhir dengan salah satu harus membentak? Apakah berakhir dengan menangis? Atau selesai dengan salah satunya bergaya acuh serta bernyanyi keras-keras?

3.    Melarang dan melarang
Memang saya yakini bahwa ini sebuah hal sulit, apalagi bila Anda terbiasa dengan kata-kata jangan. Jangankan anak Anda, kita sendiri pun tidak pernah mengenal kata jangan. Apalagi anak Anda.

Anda tidak percaya? Saya mohon pada Anda jangan melanjutkan membaca tulisan ini. Jangan melanjutkan! Ini perintah! Jangan lanjutkan! Ya, otak kita tidak mengenal kata jangan. Artinya, mari kita berupaya mengganti kata-kata jangan.

Dan masih banyak lagi hal kecil yang berdampak besar bagi anak Anda. Saya berusaha untuk belajar terus bagaimana menjadi orangtua yang baik, agar anak saya juga belajar yang benar untuk kehidupannya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com