Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaktian Tiga Kartu Jokowi Mulai Meredup

Kompas.com - 27/01/2015, 11:51 WIB

KOMPAS.com — Sejak terpilih pada Oktober 2014 lalu, berbagai kebijakan telah ditelurkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Sejumlah kebijakan mendapat apresiasi positif, tetapi tidak sedikit yang dapat sorotan publik.

Kebijakan Jokowi-JK yang mendapat sorotan ialah penerbitan tiga "kartu sakti" program unggulan Jokowi, yakni Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Seperti diketahui, Kementerian Sosial menargetkan sebanyak 15,5 juta warga miskin mendapatkan kartu sakti karena mereka dinilai berhak mendapatkannya.

Pada Januari 2015, KIS ditargetkan menjangkau 96,4 juta jiwa, ditambah 1,7 juta penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), 320.000 narapidana, serta 8,3 juta cadangan. KKS menjangkau 15,8 juta rumah tangga sasaran (RTS) dan 340.000 PMKS. KIP menjangkau 19 juta siswa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ditambah KIP dari para siswa Kementerian Agama (Kemenag).

Namun, persepsi negatif telah tersemat pada program KIS, KKS, dan KIP. Setidaknya, Komisi VIII DPR menemukan dugaan pelanggaran dalam pelaksanan program tersebut. Saleh P Daulay, Ketua Komisi VIII DPR, mengatakan, berdasarkan temuan Komisi VIII, banyak masyarakat miskin di daerah tidak terdaftar sebagai penerima dan tidak merasakan program tersebut.

Pelanggaran aturan juga ditemukan dalam penetapan basis data untuk menyalurkan dan melaksanakan program. Basis data yang digunakan tidak sesuai dengan amanat UU No 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Bahkan, data kemiskinan yang dipakai adalah data tahun 2011.

Sesuai amanat UU tersebut, verifikasi dan validasi data kemiskinan yang dipakai sebagai data untuk menyalurkan dan melaksanakan program bantuan layanan ketiga program itu harus dilakukan berkala minimal dua tahun sekali. Namun, berdasarkan temuan Komisi VIII, basis data kemiskinan yang digunakan untuk melaksanakan program KIP, KIS, dan KKS adalah data kemiskinan tahun 2011.

Karena itu, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, meminta pemerintah menghentikan pelaksanaan ketiga program itu sementara waktu. "Yang dipakai data lama, makanya penyalurannya tidak sesuai harapan," katanya.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengakui, basis data yang digunakan untuk penyaluran program KIS, KIP, dan KKS tidak sesuai UU No 13/2011. Namun, ketidaksesuaian itu tidak semata disebabkan kesalahan pemerintah, tetapi juga DPR. Pemerintah kesulitan melaksanakan validasi dan verifikasi data karena anggaran proses itu tidak pernah disetujui DPR.

Khofifah mengakui program tiga kartu ini masih belum optimal karena data yang tidak tepat. Makanya, dalam RAPBN-P 2015, Khofifah mengajukan anggaran memperbaiki data sebesar Rp 60 miliar yang akan dipakai instansinya. "Dana pendataan perlindungan sosial di BPS dianggarkan Rp 1,1 triliun," katanya.

Namun, bagi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, keberadaan KIS, KIP, dan KKS harus terus dilanjutkan. Sebab, ketiga program ini menjadi andalan pemerintah dalam mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia.

Tahun ini, kata Andrinof, pemerintah menargetkan jumlah masyarakat miskin turun hingga 0,3 persen-0,6 persen atau menjadi hanya 10,5 persen atau turun dari angka kemiskinan hingga September 2014 yang sebesar 11 persen. "Pada tahun 2019, pemerintah menargetkan jumlah kemiskinan hanya 8 persen," kata Andrinof, Senin (26/1/2015).

Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, menilai, meski memiliki kelemahan, ketiga program tersebut juga memiliki sisi positif. Program KIS, misalnya, bisa memberikan bantuan kesehatan kepada masyarakat. Selain itu, manfaat KIP berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. "SDM negara ini perlu ditopang dengan latar belakang pendidikan yang baik," kata dia. (Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Nur Imam Mohammad)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com