Berdasarkan rapat dengan Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu, nilai ekspor CPO di tahun 2019 ditargetkan sebesar 36 miliar dollar AS, atau naik 16 miliar dollar AS jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 19,3 miliar dollar AS.
"Kita mendukung sepenuhnya pemerintah, tapi untuk sampai 36 miliar dollar AS, itu berat sekali," kata Fadhil di Kantornya, Jakarta, Jum'at (30/1/2015).
Menurutnya, faktor harga komoditas pertanian dan perekonomian dunia yang sedang menurun juga perlu dipertimbangkan pemerintah dalam menerapkan target. "Tren harga komoditas pertanian di dunia itu sedang menurun, kedua perekonomian dunia yang belum pulih. Soalnya sudah ada koreksi, bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini akan turun menjadi 35 persen sebelumnya 38 persen," kata Fadhil.
Selain itu, kata dia, adanya perbedaan harga antara kedelai (soya bean) dengan CPO yang semakin mengecil. Perbedaan yang tipis disebabkan oleh cost of product dari CPO yang semakin meningkat.
"Perbedaan harga antara kedelai dgn CPO semakin mengecil. Perbedaan harga ini disebabkan cost of production CPO yang meningkat. Apalagi akan ada ekspansi 18 juta hektar untuk kedelai, yang mana produksi mereka meningkat harganya akan turun," jelas Fadhil.
Dia menambahkan, jika ingin memenuhi target "berat" tersebut pemerintah perlu mencontoh Malaysia yang sigap dalam melakukan kerjasama dengan negara-negara importir soal harga.
"Kerja sama perdagangan kita ketinggalan dari Malaysia. Waktu saya berkunjung ke Turki, Malaysia seminggu sebelumnya sudah sepakat bahwa perbedaan tarif CPO hanya 10 persen. Jadinya kita tidak bisa bersaing dengan Malaysia," jelas Fadhil.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.