Menurutnya, penetapan harga Bahan Bakar Nabati (BBN) sama sekali tidak kondusif bagi produsen. "Nah, masalahnya adalah harga. Kami dari produsen bilang tidak kondusif. Menurut saya di tahun 2014 pemerintah memaksakan penggunaan standar Mean Oil Platts Singapore (MOPS) yang dikatakan bahwa ini paling cocok untuk Indonesia," kata Togar di Kantor GAPKI, Jakarta, Jum'at (30/1/2015).
Dirinya mengatakan, dengan standar tersebut, produsen biodiesel akan merugi 200 dollar AS per ton. Selain itu, kerugian ini akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan, jika pemerintah tidak segera menunjukkan keseriusannya.
"Dengan kerugian 200 dollar AS per ton, apakah pemerintah akan diam diam saja. Menurut saya ini akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan. Sekarang pertanyaannya, apakah pemerintah menginginkan industri ini mati," kata Togar.
Dia menambahkan, saat ini Pertamina sedang mengevaluasi untuk tender berikutnya. Jika tetap menggunakan standar MOPS, maka produsen akan tetap merugi 70 persen dan kebutuhan biodiesel dari sawit akan terus tertunda.
"Jika Pertamina tetap menggunakan standar MOPS, kebutuhan biodiesel dari sawit akan tertunda tunda. Akibatnya konsumsi dalam negeri bisa lebih sedikit dari tahun 2014. Ini bahaya, nah pemerintah mau mikirin ini ga, jadinya kami gatau pemerintah berpihak ke siapa sebenarnya," kata Togar.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.