Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikomplain Pemda, Ini Tanggapan Menteri Susi

Kompas.com - 03/02/2015, 11:47 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membantah dirinya terlalu mengintervensi pemerintah daerah, dengan mengeluarkan surat edaran yang berisikan aturan-aturan mengenai kelautan dan perikanan lestari.

Menurut Susi, sebagai otoritas yang berwenang, pemerintah pusat memang sudah seharusnya membuat sebuah aturan yang bisa diimplementasikan. "Ada beberapa komplain dari surat edaran saya ke gubernur dan bupati, bahwa saya mengintervensi otonomi daerah. Tidak pak, bahwa otonomi daerah tetap milik bapak-bapak semua. Kami hanya bisa mengimbau," tegas Susi, Senin (2/2/2015).

Susi melanjutkan, meskipun otoritas daerah menjadi kewenangan Bupati/Gubernur, namun dari sisi anggaran, anggaran yang diberikan pusat ke daerah diberikan untuk menunjang program-program pembangunan pemerintah.

"Kalau program pembangunan pemerintah itu perikanan yang berkelanjutan, tapi pemerintah daerah melakukan pembangunan perikanan yang tidak berkelanjutan, tentu itu sudah tidak sama (sejalan)," imbuh Susi.

Dia pun bilang, kalau ada pemda yang tidak sejalan dengan program pemerintah pusat, bisa jadi anggaran pembangunannya akan dialihkan ke wilayah lain. "Jadi, barangkali saya akan alihkan bantuan atau program perikanan untuk wilayah tersebut ke wilayah lainnya," ucap dia.

Susi pun berharap, pemerintah daerah tidak menyalahkan aturan yang dia buat. Sebab, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, di mana laut adalah masa depan, dia pun harus memastikan perangkat aturan yang dibuat pusat, bisa diimplementasikan tingkat daerah.

"Jadi jangan juga dianggap, Bu Susi bikin tawar-menawar kok seperti itu. Kita melakukan tugas pemerintah, apa? Pak Presiden mau laut jadi masa depan bangsa. Kalau laut semua diambilin pukat harimau terus dikeruk habis, masa depan bangsanya mau berapa tahun? 5 tahun? 10 tahun? ini tentu tidak mungkin kita lakukan seperti itu," tandas dia.

Sebagai informasi, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan kelestarian perairan laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membebaskan pungutan hasil perikanan (PHP) bagi kapal perikanan yang berukuran 10 gross tonage (GT) ke bawah, dan akan menghentikan operasionalisasi Alat Penangkapan Ikan yang merusak lingkungan.

Ketentuan tersebut diatur melalui surat edaran bernomor B- 622/Men-KP/XI/2014.

Adapun isi surat edaran tersebut adalah; Untuk Saudara Gubernur, Bupati, dan Walikota, kami mohon agar berkenan untuk melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Membekukan izin menangkap ikan bagi kapal perikanan ayng menggunakan alat penangkap ikan yang merusak lingkungan seperti jaring arad, dogol, dan yang lainnya yang masuk dalam kategori jaring pukat harimau;
2. Melakukan inventarisasi, evaluasi dan pendaftaran ulang bagi semua kapal perikanan yang izinnya dikerluarkan oleh Kabupaten/Kota, dan apabila ditemukan ada yang menggunakan alat penangkap ikan yang merusak lingkungan, maka izinnya supaya dibekukan;
3. Meninjau kembali, mengendalikan bahkan mencabut izin usaha di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang merusak lingkungan menimbulkan konflik antar pemangku kepentingan dan merugikan para nelayan;
4. Melakukan langkah-langkah konkret dalam melindungi nelayan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 15/2011 tentang Perlindungan Nelayan;
5. Melakukan konservasi bagi wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang telah mengalami degradasi lingkungan.

baca juga: Susi: Pada Saatnya, Restoran Tidak Boleh Jual Kepiting Bertelur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com