Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walaupun Sulit, Swasembada Pangan Harus Tercapai

Kompas.com - 05/02/2015, 11:38 WIB

JAKARTA
- Pemerintah telah menargetkan Indonesia bisa swasembada pangan khususnya untuk 3 jenis produk pertanian meliputi padi, jagung, dan kedelai dalam 3 tahun. Pemerintah juga menargetkan bisa memenuhi kebutuhan daging dari produksi dalam negeri.

Guna membahas hal itu, Kementerian Pertanian menggandeng Kamar Dagang dan Industri  Indonesia (Kadin) menggelar pertemuan dengan para pelaku industri di sektor pertanian. Pertemuan tersebut membahas sejumlah permasalahan yang dialami kalangan usaha yang bergerak di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan.

Permasalahan yang dibahas dari mulai sulitnya memperoleh lahan pertanian, penyediaan benih dan pupuk yang masih sulit, hingga peraturan dan perizinan usaha yang dianggap tidak mendukung pertumbuhan industri pertanian.

"Pemerintah sampai dalam beberapa tahun belakangan ini masih sulit untuk mencapai swasembada pangan. Hal tersebut jelas membuat harga jual produk-produk pangan nasional menjadi tidak stabil. Saya menilai, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah tantangan yang begitu berat. Saya support, apapun untuk mencapai swasembada. Karena tantangan MEA ini betul-betul berat, maka dalam pertemuan ini mari kita carikan solusinya bersama, karena kita sedang punya misi besar mencapai swasembada pangan dalam 3 tahun. Itu harus dapat dukungan “ kata Menteri Pertanian, Amran Sulaiman saat membuka diskusi di Menara Kadin.

Di hadapan peserta diskusi, Mentan mengatakan selama dua bulan terakhir, dirinya telah berkeliling Indonesia. Hal itu sebagai upaya untuk mendukung pencapaian swasembada pangan yang ditargetkan Pemerintah dan dalam 2 bulan tersebut sudah 15 provinsi yang dikunjungi untuk mengetahui masalah.

Terdapat lima faktor yang membuat Indonesia sulit mencapai swasembada pangan ditambah permasalahan yang menghadang, terutama terkait berkurangnya lahan pertanian yang banyak beralih fungsi, serta penyediaan pupuk dan benih yang belum mampu memenuhi permintaan.

"Setelah saya mengunjungi 15 provinsi 60 kabupaten dalam waktu satu bulan lebih untuk mengecek langsung persoalan yang ada di lapangan, ternyata permasalah berada di lima faktor irigasi, benih, pupuk, penyuluhan dan alat mesin pertanian. Masalah-masalah pertanian berupa kerusakan irigasi, rendahnya penyerapan benih, keterlambatan distribusi pupuk, kekurangan tenaga penyuluh dan minimnya penggunaan alsintan telah mengakibatkan Indonesia kehilangan peluang produksi sebesar 20 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) per tahun” kata Mentan.

Walaupun terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi, Mentan mengaku optimis target swasembada pangan akan tercapai dalam waktu tiga tahun. Apalagi pemerintah sudah menyiapkan dana yang cukup besar, yakni 16,9 trilyun rupiah yang merupakan dana pengalihan subsidi BBM. Dana itu akan disalurkan untuk program pembangunan dan perbaikan irigasi, subsidi pupuk, bantuan benih dan membeli alat mesin pertanian, yang menjadi faktor kunci untuk menuju swasembada pangan.

“Berdasarkan pengamatan saya di 15 provinsi di Indonesia, ada 52 persen irigasi sudah mengalami kerusakan. Bahkan di provinsi Sumatera Utara malah sudah mencapai 82 persen serta ada juga irigasi yang 20 tahun tidak diperbaiki. Untuk mengatasinya pihak Kementan telah mengalokasikan kurang lebih Rp 2 triliun untuk memperbaiki kerusakan irigasi demi mencapai swasembada pangan Indonesia” ujar Mentan.

Lebih lanjut Mentan menerangkan bahwa pada 2014 irigasi rusak di seluruh Indonesia mencapai 52 persen dengan luas lahan 3,3 juta hektare, Sebagai tahap awal, pada tahun 2015 direncanakan dibangun irigasi di satu juta hektare lahan di 17 provinsi di seluruh Indonesia terutama di daerah-daerah yang merupakan kantong-kantong produksi padi seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sulawesi Selatan.

SSaat ini 52 persen irigasi di seluruh Indonesia rusak. Padahal irigasi merupakan faktor kunci dari produksi pertanian. Untuk tahun ini, pembangunan dan perbaikan irigasi akan difokuskan dulu ke 17 provinsi, terutama di Pulau Jawa yang menjadi kantong-kantong produksi padi. Setelah itu, baru akan dilakukan pembangunan dan revitalisasi terhadap seluruh irigasi yang ada di Indonesia,” terang Mentan.

Untuk ketersediaan benih, pihak Kementan akan menyediakan 50.000 ton benih/tahun kepada para petani di seluruh Indonesia. Benih tersebut akan disediakan oleh PT Pertani dan PT Sang Hyang Seri (Persero), dengan skema penunjukan langsung mengingat pada masa sebelumnya untuk menyediakan ribuan ton benih, Kementan membutuhkan waktu panjang karena prosesnya harus ditender. Dampaknya petani sering telat mendapatkan benih sehingga mengganggu produksi, kini pengadaan pupuk sudah melalui proses penunjukan langsung.

Terkait dengan permasalahan penyerapan benih, selama setahun penuh di 2014, penyerapan benih nasional sangat kecil dari alokasi yang sudah diberikan pemerintah untuk para petani. Selain itu, masalah lainnya yang kerap terjadi selama ini yaitu seretnya pencairan dana yang dilakukan pihak perbankan terhadap perusahaan penyalur benih sehingga perusahaan benih hanya mampu menyalurkan benih ke petani dalam jumlah yang minim atau di luar target.

Untuk itu, Mentan telah menegur jajaran direksi BUMN yang ditunjuk sebagai penyedia benih subsidi serta pihak BRI dan langsung mendapatkan komitmen BUMN tersebut untuk benar-benar menjalankan amanat negara dalam penyaluran dan penyedian benih untuk para petani.

“Untuk benih, ego sektoral masih mempengaruhi penyerapan cikal bakal produksi pertanian. Selama ini, penyediaan benih hanya mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan benih rata-rata dalam 1 tahun karena seretnya pencairan dana oleh pihak perbankan tersebut. Kini, perusahaan penyedia benih boleh ditunjuk langsung, benih yang disiapkan antara lain padi, jagung dan kedelai. Dengan terselesaikannya masalah ini, permasalahan penyediaan benih tahun 2015, tidak perlu dikhawatirkan lagi dan target swasembada pangan dalam 3 tahun pun dapat tercapai," ujar Mentan.

Selain persoalan irigasi dan benih, ada persoalan lainnya yaitu pupuk yang masih sering terlambat pendistribusiannya dan jumlah penyuluh pertanian, menurut Mentan, tenaga penyuluh pertanian masih kurang, padahal tenaga penyuluh diperlukan oleh Kementerian Pertanian untuk membina keterampilan petaninya.

Petani membutuhkan penyuluh sebanyak 70.000, tapi yang ada sekarang 20.000 orang, sedangkan pihak Kementan kesulitan merekrut tenaga baru. Kondisi tersebut karena ada moratorium pegawai negeri sipil (PNS).

Untuk mengantisipasi kekurangan penyuluh pertanian dalam upaya swasembada pangan, pihak Kementan telah melakukan kesepakatan dengan TNI Angkatan Darat. Ada 50.000 Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari TNI Angkatan Darat yang akan dikerahkan sebagai tenaga penyuluh pertanian di sentra-sentra produksi pertanian. Setelah disepakati bersama, tugas selanjutnya yakni melatih para tentara untuk menjadi penyuluh pertanian.

“Sekarang  kami membutuhkan 70 ribu orang tenaga penyuluh, namun yang tersedia hanya 20 ribu orang saja. Penyuluh pertanian, sangat penting mengingat salah satu masalah pertanian saat ini adalah kurangnya keterampilan petani untuk menggunakan metode-metode baru pertanian yang lebih efisien. TNI terpaksa dikerahkan karena pemerintah sudah membatasi perekrutan PNS. TNI bisa diajak kerja sama untuk menjadi ‘pasukan pertanian’ untuk memenuhi tenaga penyuluh, saya telah bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), dan siap mengerahkan 50 ribu Babinsa. Bahkan, TNI siap mendukung swasembada pangan yang ditargetkan oleh pemerintah. Dengan begitu, masalah tenaga penyuluh pertanian selesai. Tinggal kami latih Babinsa-nya,” kata Mentan.

Mentan menambahkan, untuk merealisasikan target swasembada pangan dalam waktu tiga tahun, Kementerian Pertanian juga dihadapkan pada setumpuk masalah lainnya. Mulai dari rendahnya produksi sampai minimnya sumber daya manusia (SDM) di sektor pertanian. Salah satunya makin sedikitnya jumlah petani di Indonesia.

Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan jumlah petani dalam satu dekade terakhir. “Pada 2003, rumah tangga yang menanam padi mencapai 14,2 juta rumah tangga, sementara pada 2013 turun menjadi 14,1 juta. Usaha tanaman kedelai menurun dari satu juta (2003) menjadi hanya 700.000 rumah tangga. Untuk usaha tanaman jagung juga terjadi penurunan dari 6,4 juta di 2003 menjadi 5,1 juta di 2013. Padahal kita tahu 10 tahun terakhir ada penurunan rumah tangga petani 31 juta jadi 26 juta. Kurang lebih 5 juta kali 4 berarti 20 juta orang tinggalkan pertanian, ini mengkuatirkan,” kata Mentan.

Dalam menyikapi kondisi tersebut Mentan mengaku mempunyai solusi yaitu dengan memaksimalkan penggunaan mesin-mesin pertanian. Dengan kata lain, untuk meningkatkan produksi pertanian, Kementerian Pertanian akan membeli alat mesin pertanian (alsintan) dan tenaga petani yang berkurang akan diganti dengan tenaga mesin. Alat mesin pertanian diperlukan karena terjadi penurunan rumah tangga petani dari 31 juta menjadi 26 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com