Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyikapi Dinamika Rupiah

Kompas.com - 07/02/2015, 15:00 WIB

Sebagian impor juga berasal dari impor BBM yang melalui subsidi digunakan untuk memberikan ilusi energi murah bagi penduduk urban (urban biased) yang berperan penting dalam pembentukan persepsi politik untuk transportasi perseorangan yang notabene tidak efisien, rawan kemacetan, dan tidak ramah lingkungan. Sementara itu, bagi penduduk yang tinggal di pelosok daerah, terutama di luar Jawa, harga BBM dengan berbagai alasan tetap mahal.

Pelemahan rupiah terjadi sejak 2012, ketika neraca berjalan berubah dari surplus menjadi defisit dalam jumlah cukup besar mencapai 2,8 persen terhadap PDB pada 2012 dan kembali meningkat menjadi 4,4 persen terhadap PDB pada triwulan II-2013. Konsekuensinya, pelemahan rupiah berlanjut tahun 2013 karena defisit neraca berjalan yang terakumulasi. Sebuah konsekuensi logis bahwa ketidakmampuan produk domestik dibandingkan negara pesaing mendorong tereskalasinya impor hingga ekses permintaan dollar AS ikut terakumulasi.

Pelemahan rupiah tahun 2012 dan 2013 berjalan seiring dengan pelemahan mata uang negara BRICS (Brasil, Rusia, dan Afrika Selatan) mengingat adanya pembalikan dana (capital reversal) yang cukup besar dari negara tersebut setelah menjadi incaran investor. Untuk keseluruhan tahun 2014, rupiah bergerak pada kisaran Rp 11.500 sampai Rp 12.500-an per dollar AS. Penguatan terjadi pada awal dan pertengahan tahun, didorong optimisme bahwa pemilu legislatif berjalan lancar dan hadirnya pimpinan nasional yang dapat memberikan perbaikan ekonomi secara struktural.

Jika kita melihat negara-negara lain, untuk tahun 2014, pelemahan cukup dalam dialami mata uang negara industri utama seperti euro dan yen Jepang yang melemah masing-masing 12 persen. Pelemahan mata uang negara berkembang (emerging market) terutama terjadi pada kawasan Amerika Latin dan pinggiran Eropa. Peso Kolombia melemah 18,8 persen dan forint Hongaria melemah 17,4 persen. Pada periode yang sama, rupiah melemah jauh lebih moderat sebesar 1,8 persen.

Perbaikan produktivitas

Dalam konsep NATREX (Natural Real Exchange Rate) yang berorientasi pertumbuhan  dalam jangka panjang, penentu utama dari nilai tukar riil (yang akan menjelma menjadi nilai tukar nominal) adalah produktivitas perekonomian. Produktivitas tenaga kerja, sistem pendidikan, infrastruktur dan logistik, serta kemampuan inovasi dan tata kelola pemerintahan akan menentukan produktivitas.

Dalam jangka panjang, peningkatan produktivitas nasional hanya dapat dilakukan dengan perbaikan struktural. Langkah berani telah dimulai dari hal mendasar untuk terlepas dari ketergantungan pada subsidi BBM yang bersifat konsumtif dan mengalihkan pada perbaikan infrastruktur untuk menopang ekonomi. Langkah berikutnya bertumpu pada penguatan ekspor serta penyiapan industri substitusi impor untuk mengurangi risiko semakin membengkaknya defisit neraca berjalan.

Untuk manajemen makro jangka pendek dan menengah, Bank Indonesia dapat melakukan moderasi pelemahan rupiah yang merupakan upaya stabilitas nilai tukar oleh bank sentral dengan mendorong mengalirnya potensi pasokan valas terutama dari eksportir. Bank sentral juga terus mendorong kesadaran korporasi guna melakukan kegiatan lindung nilai untuk melindungi kewajiban dari risiko pergerakan nilai tukar.

ARI KUNCORO
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber KOMPAS
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com