Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ESDM: Pembelian Divestasi Newmont Tergantung Persetujuan Menkeu dan DPR

Kompas.com - 16/02/2015, 20:35 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar mengatakan, penentuan pihak yang bisa menyerap saham hasil divestasi PT Newmont Nusa Tenggara tergantung pada keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Poinnya itu seingat saya divestasi itu mesti mendapat usulan DPR. Masalahnya DPR setuju atau tidak. Kan harus mesti masuk ke sana,” kata Sukhyar ditemui di Kantor Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (16/2/2015).

Menurut Sukhyar, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) hanyalah salah satu jalur yang bisa ditempuh untuk membeli saham Newmont. Namun demikian, dia bilang, tidak ada PIP pun, persetujuan soal pembelian saham Newmont ini tergantung persetujuan Menkeu dan DPR. “Mendingan diselesaikan dulu Menteri Keuangan, dengan DPR,” imbuh Sukhyar.

Lebih lanjut dikonfirmasi mengenai kemungkinan pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN, pihak ESDM menyatakan tidak berwenang soal itu. “Saya kira perlu ada pembahasan lagi di internal pemerintah. Saya kira itu yang harus dilakukan, nanti dikoordinasikan di bawah Kemenko. Itu saja komentar dari ESDM," ujarnya.

Disayangkan

Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara meminta komitmen dari pemerintah pusat terkait pembelian saham Newmont. Dia bilang, jangan lantaran Pusat Investasi Pemerintah (PIP) digabung dengan Sarana Multi Infrastruktur (SMI), lantas membuat pembelian saham Newmont mandek.

“Seandainya pun dilebur, jangan gara-gara merger ini niat baik lalu dihilangkan. Yang saya khawatirkan merger ini supaya pemerintah tidak perlu beli saham Newmont,” kata Marwan, kepada Kompas.com, Minggu (15/2/2015).

“Statement Pak Menkeu 'silakan' kalau BUMN mau beli, itu mengecewakan. Beda, antara 'silakan' dengan 'menugaskan',” lanjut dia.

Marwan menengarai ada kesengajaan dari pemerintah untuk mengulur-ulur kepemilikan saham perusahaan asing dengan difokuskannya PIP ke infrastruktur, sementara pemerintah tidak menyediakan opsi pengganti PIP.

“Jangan-jangan cuma akal-akalan pemerintah. Kan mestinya mengantisipasi akan ada saham-saham yang dilepas. Nanti ada Freeport (yang juga akan divestasi),” imbuh Marwan.

Dia menambahkan, kalaupun nantinya pembelian saham-saham asing yang dilepas itu dilakukan oleh BUMN, sebaiknya pemerintah menunjuk atau memberikan penugasan, dan bukannya menawarkan.

“Kalau tidak ada PIP, ya tetap harus beli. Seandainya itu tidak, itu sangat mengecewakan. Kalau mau BUMN, itu harus diperintahkan, penugasan,” kata dia.

Dihubungi terpisah, Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur, Kementerian BUMN, Dwijanti Tjahjaningsih mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi soal BUMN tambang yang tertarik membeli saham Newmont, termasuk PT Antam (Persero). “Saya belum dengar Antam mau ambil saham Newmont,” kata Janti.

Ditemui usai sidang paripurna APBN Perubahan 2015, Jumat (13/2/2015), Menkeu Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pembelian saham yang dilepas Newmont bukan lagi merupakan tugas dari PIP yang melebur dengan SMI menjadi Lembaga Pembiayaan Infrastruktur (LPI).

“Karena Lembaga Pembiayaan Infrastruktur harus fokus pada pemberian pinjaman atau modal pada aktivitas infrastruktur. Kita lebih fokus ke situ,” kata Bambang.

Namun begitu, Bambang mengelak bahwa pemerintah membatalkan pembelian tujuh persen saham Newmont. Menurut dia, selain melalui PIP, ada banyak cara yang bisa ditempuh. “Kalau BUMN tertarik, silakan. Nanti tentunya kita serahkan pada BUMN yang tertarik,” ujar Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com