Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Penerimaan Negara dalam Kondisi Bahaya

Kompas.com - 24/02/2015, 14:39 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Ekonom senior INDEF Aviliani menilai penerimaan negara Indonesia dalam kondisi bahaya. Baik realisasi penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak sama-sama menunjukkan tren penurunan tiga tahun terakhir.

“Penerimaan migas turun sementara permintaan kita terus naik. Dengan harga minyak dunia turun kita menjual minyak mentah dengan lebih murah. Tapi impor tetap naik jadi berbahaya,” kata dia dalam diskusi bertajuk ‘Mengawal Nawacita: Analisis Kritis terhadap APBNP 2015’, di Jakarta, Selasa (24/2/2015).

Di sisi lain, mengandalkan penerimaan dari PNBP juga menghadapi kendala rendahnya harga komoditas, di mana komoditas ekspor unggulan Indonesia yakni batubara dan crude palm oil juga tengah anjlok. Rendahnya harga komoditas itu, sambung Avi menyebabkan PPn dari komoditas turun.  Di samping itu PPh 21 juga belum digali optimal.

Menurut Avi, daripada melakukan intensifikasi dengan pengenaan PPnBM baru, alangkah lebih baiknya jika pemerintah melakukan ekstensifikasi. Pasalnya, kata dia, PPnBM baru akan berdampak terhadap penjualan ritel dan pusat perbelanjaan. Ujung-ujungnya masyarakat akan lebih memilih berbelanja ke Singapura.

Atas dasar itu, lebih baik pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak Kemenkeu melakukan ekstensifikasi. “E-KTP itu bisa digunakan untuk ekstensifikasi. Saat ini wajib pajak sekitar 25 juta, sementara 118 juta tenaga kerja, jumlah orang kaya 50 juta. Jadi masih ada potensi,” imbuh Avi.

Selain melalui langkah tersebut, Avi juga mengatakan ada baiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty untuk wajib pajak besar, serta sunset policy (penghapusan sanksi administrasi) bagi wajib pajak yang belum pernah melaporkan pajak.

Sunset policy bisa digarap lagi, untuk orang yang belum pernah lapor. Saat ini mereka takut lapor karena UU mengatakan denda sangat tinggi, dan bisa jadi lebih besar dari pajaknya. Menurut saya sunset policy harus dilakukan,” kata Avi.

Sebagai informasi, tax amnesty merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan berupa "rekonsiliasi ekonomi" atau penghapusan pajak bagi wajib pajak yang menyimpan dananya di luar negeri dan tidak mematuhi kewajibannya dalam membayar pajak.

Pengampunan pajak biasanya dilakukan oleh suatu negara apabila kepatuhan pajak makin menurun dari tahun ke tahun. Kebijakan ini dirasakan tidak adil bagi para pembayar pajak yang taat, tetapi berdampak positif bagi penerimaan.

Implementasi kebijakan ini idealnya didukung oleh infrastruktur teknologi informasi yang canggih, sistem perbankan yang kuat, dan sumber daya manusia yang memadai karena berpotensi melahirkan korupsi, apabila tidak dikelola dengan baik. Salah satu negara yang berhasil menerapkan tax amnesty adalah Afrika Selatan.

Adapun Indonesia, dalam skala kecil, pernah melakukan kebijakan sejenis, yaitu sunset policy pada 2008. Indonesia melalui kebijakan itu berhasil menghimpun tambahan penerimaan Rp 5,5 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com