Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah "Kejar Setoran", Aksesori hingga Penjahit Dikenai Pajak

Kompas.com - 11/03/2015, 13:15 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


KOMPAS.com
 — Target penerimaan pajak serta bea dan cukai pemerintah tahun 2015 sebesar Rp 1.484,6 triliun dinilai banyak kalangan terlalu besar. Setidaknya, bila dibandingkan dengan penerimaan pajak dan bea cukai 2014 sebesar Rp 1.058,3 triliun, target tahun ini 40 persen lebih besar.

Karena mematok target tinggi, pemerintah pun "kejar setoran" dengan melakukan berbagai cara agar penerimaan negara bisa maksimal.

Perhiasan, penjahit pakaian, setruk belanja, listrik, sampai kos-kosan pun menjadi target pengenaan pajak. Bahkan, batu akik yang sedang booming pun sempat diwacanakan dikenakan PPnBM alias Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 

Selain itu, Ditjen Pajak juga akan melakukan upaya penegakan hukum (law enforcement) dengan melakukan pencegahan terhadap 500 wajib pajak (WP) yang keluar negeri karena telah menunggak pajak dengan nilai total Rp 3,3 triliun. Mereka bekerja sama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan aparat hukum terkait hal ini.

Upaya lainnya yang dilakukan Ditjen Pajak adalah dengan memperkuat basis data melalui digitalisasi surat pemberitahuan (SPT) pajak dan implementasi e-filling serta meningkatkan pelayanan kehumasan, di antaranya dengan memberikan penyuluhan dan memberikan apresiasi kepada pembayar pajak teladan.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menegaskan, Ditjen Pajak tidak akan kalap dengan sembarangan mengejar penerimaan.

"Mereka kan bekerja ada aturannya. Enggak mungkin kalap. Gimana, sih? Ini ekstensifikasi. Masyarakat dan dunia usaha enggak usah takut. Soal caranya bagaimana, pokoknya sudah disiapkan. Ini masalah strategi, enggak mungkin diceritakan," sebut Jokowi dalam wawancara dengan Kontan. (Baca: Presiden Jokowi: Pajak Enggak Mungkin Kalap)

Berikut beberapa sektor yang dikejar oleh Ditjen Pajak:

1. Perhiasan dan aksesori mewah
Menurut Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, pajak akan dikenakan ke beberapa aksesori yang harganya "selangit". "Misalnya nanti akan kita tambah PPh untuk barang-barang, seperti jam tangan, sepatu, dan tas. Untuk jam tangan itu yang harganya di atas Rp 10 juta, sepatu di atas Rp 5 juta, dan tas di atas harga Rp 15 juta," ujarnya. (Baca: Siap-siap, Beli Sepatu dan Tas "Branded" Kena Pajak Barang Mewah)

Selain itu, perhiasan adalah salah satu barang yang berpotensi menyumbang pemasukan pajak cukup besar bagi negara. Selama ini, kata dia, perhiasan belum masuk ke dalam kategori barang mewah sehingga tak dikenakan pajak barang mewah. (Baca: Perhiasan Akan Kena Pajak Barang Mewah)

Rencana pemerintah terkait pengenaan pajak perhiasan pun sempat ditentang oleh Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI). Mereka menentang rencana pemerintah mengenakan Pajak Barang Mewah (PBM) terhadap perhiasan.

APEPI pun melayangkan surat keberatan ke berbagai instansi pemerintah terkait hal itu.

2. Penjahit kelas kakap
Mardiasmo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/2/2015), menuturkan, tim optimalisasi pajak sudah melakukan inventarisasi sejumlah profesi yang dianggap bisa disentuh pajak. Profesi penjahit, kata dia, kerap mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Menurut dia, meski penjahit masuk dalam lapangan pekerjaan non-formal, profesi itu tetap bisa dikenakan pajak penghasilan. (Baca: Penjahit Akan Dikenakan Pajak Penghasilan)

"Orang-orang selebriti dan orang-orang pejabat itu tidak sembarangan masukkan bahan untuk dijahit," imbuh dia.

Selain itu, Ditjen Pajak juga mengejar potensi pendapatan dari WP pribadi non-karyawan lainnya, seperti profesi dokter, pengacara, notaris, akuntan, konsultan, artis, dan pemilik rumah produksi yang membuka praktik sendiri.

3. Struk belanja di atas Rp 250.000 wajib bermeterai

Sebenarnya, kebijakan ini merupakan kebijakan lama, dan pemerintah menilai penerapannya tidak efektif. Direktorat Jenderal Pajak pun meliriknya dan akan membuat pelaksanaan pengenaan bea tersebut berjalan baik.

"Setruk belanja pun seharusnya ada meterainya. Di atas Rp 250.000, seharusnya ada meterai Rp 3.000. Ini juga belum dilaksanakan. Ini kita akan ngingetin pelaku bisnis, terutama ritel," kata Kasubdit Peraturan PPN, Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lain DJP Oktria Hendrarji di Jakarta, Kamis (5/3/2015). (Baca: Ternyata Setruk Belanja di Atas Rp 250.000 Harus Bermeterai Rp 3.000)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com