Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Jadikan AS “Kambing Hitam” Pelemahan Rupiah

Kompas.com - 12/03/2015, 08:55 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Ekonom yang kini menjabat sebagai Staf Ahli Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Destry Damayanti meminta pemerintah tidak menjadikan alasan penguatan dollar AS menjadi penyebab rontoknya rupiah. Walapun dia mengakui bahwa pelemahan nilai tukar mata uang negara-negar di dunia, termasuk rupiah disebabkan tren penguatan dollar AS.

“Tapi kalau saya lihat jangan terlalu menjadikan itu sebagai alasan, karena negara lain enggak separah kita. Contohnya Thailand,” kata Destry ditemui di sela-sela Microfinance Forum 2015  di  Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Destry melihat nilai tukar mata uang Thailand dan Malaysia tidak separah Indonesia. Rupiah telah melemah sebesar 7 persen year to date (YtD). Destry menengarai penyebabnya adalah kurangnya pasokan dollar AS, sementara permintaan akan dollar AS sangat tinggi.

“Untuk impor, bayar Utang Luar Negeri. Nah pasokan dollar AS ini kan kita dapatnya dari eksportir. Eksportirnya mau masukin enggak dollar AS ke sini?” sambung Destry.

Seharusnya, kata Destry, pihak yang bisa mengambil manfaat dari pelemahan rupiah ini adalah para eksportir komoditas dan manufaktur. Tetapi, lagi-lagi hal tersebut nampaknya sulit dilakukan. Sebab, menurut Destry, sebesar 76 persen bahan baku didatangkan dari impor, dan 17 persen barang modal juga dari impor.

“Jadi hal produktif pun semuanya impor. Biaya impor yang akan naik ini memukul pengusaha,” imbuh dia.

Selain itu, dia menambahkan, melemahnya nilai tukar rupiah akan mengganggu pencapaian target inflasi tahun ini. Diperhitungkan, tiap depresiasi 10 persen akan memberikan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,8 persen.

"Sekarang depresiasi sudah 7 persen, maka akan ada penambahan inflasi 0,6 persen. Ini akan memberatkan target pemerintah dan Bank Indonesia untuk mencapai target inflasi,” ucap Destry.

bac juga: Kasir Hotel Internasional Diusulkan Merangkap "Money Changer"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com