Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema PNS, Kuat dan Penting tapi sekaligus Lemah

Kompas.com - 16/03/2015, 05:45 WIB

KOMPAS.com - Meski dianggap jurus lapangan dan makin sering digunakan para politisi, kata ”gertak” ditemui dalam literatur manajemen dan etika bisnis. Secara ilmiah para ahli menjabarkan, gertak berhubungan dengan kepentingan (usaha) untuk mendapatkan sesuatu.

Ini menjadi relevan untuk dikaji kalau politisi berbisnis, apalagi menggunakan politik untuk melapangkan bisnis dan mendapatkan keuntungan.

Maka, selalu ada dilema antara usaha (bisnis) dan moralitas personal. Tak jarang, gertak hanyalah tipu muslihat yang belum tentu mengandung kekuatan, tetapi sudah menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan menimbulkan perpecahan. Padahal, dalam jurus yang kita kenal dalam praktik politik, keberanian penggertak hanya ada sebatas pandangan mata.

Maksud saya, begitu yang digertak takut, penggertak bisa menjadi lebih agresif. Kalau tak terkendali, yang muncul adalah penindasan, pengerahan massa, bahkan tak jarang serangan rasisme. Dan mereka pun mengabaikan Tuhan yang memerintahkan kejujuran dan menghormati keberagaman.

Dilema PNS

Barangkali yang perlu kita waspadai belakangan ini justru gertak yang dialamatkan pada mereka yang fragile terhadap jabatan. Dalam hal ini aparat pemerintah daerah atau pegawai negeri sipil (PNS).

Dalam banyak segi, PNS adalah profesi paradoks: kuat dan penting, tetapi sekaligus lemah. Begitu penting dan kuatnya sehingga dalam menjalankan tugasnya mereka disumpah, diseleksi dari puluhan ribu orang untuk menegakkan aturan, memegang mandat UU. Kariernya menjadi pejabat, menguasai anggaran superjumbo (karena pemerintah adalah pembelanja yang besar).

Namun, di sisi lain, desain organisasi, aturan, dan perilakunya membuat mereka lemah: strukturnya mekanistik, jenjang karier dikaitkan dengan lama tugas, gaji tetap rendah, dan kesejahteraan dikaitkan dengan jabatan. Akibatnya, para pejabat paling takut dengan kata ”mutasi.” Setiap kali pimpinan baru datang, yang membuat mereka stres hanya satu kata: mutasi.

Dan, menurut Maxwell (2000), aparatur yang demikian dapat membelenggu masa depan suatu bangsa. Sebab, melahirkan kepemimpinan level terendah: yang diakui keberadaannya karena ia pemegang SK (surat keputusan mengenai jabatan itu), dan bawahan tunduk hanya karena keharusan struktural.

Loyalitas pada pemberi jabatan menjadi lebih penting ketimbang terhadap publik. Perhatian terhadap kinerja, apalagi pengembangan sumber daya manusia bukan dianggap sebagai hal yang penting. Ini menjadi masalah besar ketika pimpinan baru menghendaki perubahan, dari pelayanan ke atas menjadi pelayanan publik.

Dan, akibat semua itu, mereka menjadi mudah digertak. Struktur dan aturan tercabik-cabik, intervensi menimbulkan praktik kolusi dan korupsi. Kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, ”Ketika lewat seekor sapi berbobot setengah ton, PNS yang hanya butuh lima kilogram daging sapi, tetapi amat berkuasa menjadi tergoda. Pertanyaannya, bisakah hanya mengambil lima kilogram saja?”

Korupsi pengadaan dan menyelewengkan aturan hanyalah sebagian kecil dari tumpukan masalah yang dihadapi aparatur sipil negara. Tetapi, ribuan abdi negara yang menyandang surat keputusan menjadi pejabat pada dasarnya adalah singa-singa yang cerdik (lulusan UI, ITB, UGM, dan seterusnya). Namun, DNA nya berubah saat dipimpin, maaf, oleh sosok bermental kambing. Itulah yang saya sebut sebagai singa yang mengembik (Agility, Gramedia, 2015). Digertak politisi sedikit, langsung dikabulkan pengeluaran siluman triliunan rupiah.

Mereka lupa, rakyat tidak membutuhkan barang-barang dan jasa yang diajukan para penggertak yang mengancam dengan jurus mutasi. Mereka tunduk karena takut kehilangan. Dan, pertentangan batin dimulai: antara kepentingan dan moralitas personal.

Risma dan Basuki

Ibarat singa yang mengaum, perjalanan demokrasi Indonesia diwarnai juga dengan pemimpin-pemimpin yang gagah berani. Tetapi, tak sedikit yang memilih berkompromi begitu menjalani gertakan-gertakan yang lebih keras dari kemampuannya menutupi kelemahannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com