Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dulu Waktu Kampanye, Pak Jokowi Tak Pernah Sebut Shinkansen..."

Kompas.com - 26/03/2015, 11:58 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio heran dengan kabar yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan ada Shinkansen atau kereta cepat di Indonesia. Sebab, wacana kereta cepat ini sempat bergulir, tetapi akhirnya dicoret dari draf proyek pembangunan lima tahun.

(Baca: Pemerintah Jokowi Batalkan Proyek Kereta Supercepat Jakarta-Surabaya).

Nyatanya, dalam kunjungannya ke Jepang beberapa waktu lalu, Jokowi lagi-lagi menggulirkan wacana membangun proyek kereta cepat. (Baca: Presiden Jokowi Ingin Shinkansen di Indonesia).

"Dulu waktu kampanye, Pak Jokowi ndak pernah nyebut-nyebut Shinkansen,” kata Agus kepada kompas.com, Kamis (26/3/2015).

Menurut Agus, Jokowi harus mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan melanjutkan proyek Shinkansen. Pertama, dari sisi teknis, Shinkansen membutuhkan pembebasan lahan, pembuatan rel, serta kepastian keamanan. Apalagi jika di Pulau Jawa, pembangunan untuk kereta cepat ini membutuhkan pembebasan lahan, dan hal itu menjadi masalah yang pasti menghadang.

Kedua, dari sisi kompetisi dengan moda angkutan umum lain, Shinkansen yang kabarnya akan dibangun di Pulau Jawa dikhawatirkan akan memukul industri penerbangan. Terlebih lagi, Indonesia menghadapi ASEAN Open Sky. "Kalau industri penerbangan terpuruk, (pemerintah) susah juga," imbuh Agus.

Ketiga, dari sisi pembiayaan, pemerintah tentunya akan membutuhkan dana besar untuk membeli Shinkansen, meskipun ada iming-iming pinjaman lunak. Agus mengatakan, sebenarnya yang paling bernafsu menjalankan proyek ini adalah Jepang.

"Karena di sana sudah tidak bisa bangun lagi, makanya akan berbisnis di sini. Namun kan katanya Pak Jokowi tak mau menambah utang," ucap Agus.

Belum lagi, kata Agus, moda kereta api sangat menyedot subsidi. Dia pun menyangsikan bahwa pemerintah langsung menjual tiket Shinkansen dengan harga keekonomian sehingga kemungkinan besar masih menggelontorkan subsidi.

"Apa mau masyarakat beli tiket Rp 700.000 untuk kereta api Jakarta-Surabaya. Jadi, beban pemerintah dobel; sudah bayar utang, bayar subsidi pula," terang Agus.

Terakhir, dari sisi keadilan dan pemerataan pembangunan, Agus menilai, pemerintah lebih baik membangun dan menambah transportasi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya di luar Pulau Jawa. "Kan itu yang dijanjikan Pak Jokowi (pemerataan pembangunan luar Jawa)," pungkas Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com