Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memprioritaskan Merah Putih dalam E-Dagang

Kompas.com - 20/04/2015, 12:16 WIB


Oleh Muhammad Sufyan Abd

Tahun 2015 ini, setidaknya dalam pengamatan penulis, e-dagang (electronic commerce/e-commerce) di Indonesia sudah memasuki fase krusial. Bahkan, saking menentukannya, jika kita tak cermat menentukan, keberhasilan/kegagalan sudah kita tentukan sendiri.

Hal ini terutama terkait dua hal. Pertama, secara regulasi, Depkominfo pada Senin 6 April 2015 lalu (seperti diwartakan Kompas cetak edisi 7 April 2015) sudah melaksanakan "Forum Usulan Roadmap E-Commerce Indonesia" yang melibatkan Menkominfo, Kadin, APJII, 130 anggota Asosiasi E-Commerce Indonesia (iDEA), dan lainnya.

Salah satu butir kesepakatan dalam pertemuan tersebut adalah paling lambat Agustus 2015, pemerintah sudah memiliki esensi regulasi e-dagang, termasuk di antaranya yang penting terkait posisi investasi asing pada sektor tersebut.

Perdebatan terkait aliran sumber modal ini seolah tak pernah ada habisnya, karena menjadi masuk akal pendapat yang menyebut perlu proteksi industri e-dagang sejak dini, maupun yang berpendapat bahwa bisnis e-dagang tiadalah batasan (no boundaries) geografis.

Kedua, secara keilmuan, terutama ditinjau dari ilmu komunikasi, praktik e-dagang sudah masuk fase maturasi komunikasi bisnis, dimana proses pengiriman pesan sudah direspon komunikator (baca: masyarakat) secara spontan, scripted, dan contrived.

Spontan karena masyarakat sudah terlibat secara masif dengan dorongan yang bukan direncanakan secara sistematis. Misalnya yang berjualan produk atau jasa melalui BBM (BlackBerry Messenger), seluruhnya berangkat dari spontanitas bermotif ekonomi.

Scripted karena reaksi emosi terhadap pesan yang diterima secara terus-menerus telah membangkitkan kebiasaan bersikap. Kita kini sering mendengar ungkapan, daripada dibuang, barang bekas tawarkan saja ke OXL/berniaga/bukalapak, misalnya.

Contrived adalah pola perilaku yang sebagian besar didasarkan pertimbangan kognitif. Jadi, seseorang berperilaku karena ia berpendapat hal itu benar, atau percaya bahwa apa yang dilakukan benar-benar rasional dan masuk akal.

Kita bisa melihat, bahwa seluruh lapisan masyarakat Indonesia, bahkan yang tergolong kalangan the have pun, kini ikut terlibat e-dagang (baik menjadi pembeli/penjual) karena mereka sudah teryakinkan secara kognitif.

Situasi ini tentu berkebalikan dengan sebutlah lima tahun lalu. Ketika tak muncul spontanitas, scripted, dan contrived saat melihat dan atau mendengar seseorang menawarkan barang/jasa tanpa pernah tatap muka sebelumnya (daring).

Maka, pada titik ini, agar kita tak lagi menjadi penonton hajatan teknologi informasi seperti terjadi pada industri telekomunikasi seluler Indonesia, adalah keajegan sikap sejak dini terhadap e-dagang di negeri ini.

Yang utama, dalam hemat penulis adalah memastikan tumbuh suburnya aplikasi e-dagang produk lokal, bahkan sebaiknya didorong agar mereka menjadi tuan rumah di negaranya sendiri --sebagaimana dicontohkan dengan baik oleh Republik Tiongkok.

Alih-alih memberi kesempatan kepada pemain besar di ranah aplikasi, Tiongkok berani memberlakukan pentarifan bandwith dan kebijakan kurang ramah lainnya seraya kemudian memberikan banyak benefit ke pemain lokal.

Itulah sebabnya, sebagai contoh, Alipay lebih populer dibandingkan PayPal, Taobao lebih sering dipakai daripada Amazon. Jadi tak perlu heran dengan kedahsyatan Ali Baba dan Jack Ma-nya yang mengguncang dunia saat initial public offering di pasar modal Amerika.

Situasi tersebut harus menjadi inspirasi bersama, bagaimana e-dagang tanah air ke depan harus makin mendapat porsi. Bagaimana misalnya rumah123.com untuk laman jual-beli-sewa properti, zenius.net (bimbingan belajar bentuk video SD s.d SMA), klik-eat.com (pesan-hantar makanan), terus mendapatkan porsi signifikan.

Memang, kita belum memiliki posisi tawar seperti Tiongkok yang benar-benar memproteksi dan membesarkan pebisnisnya sendiri. Akan tetapi, kita tentu punya spirit nasionalisme dan kemauan menegakkan daulat di sektor teknologi informasi.

Dua Keajegan Sikap

Indonesia bisa merintis hal prioritas ini dengan menegaskan kembali pelaksanaan turunan UU ITE, yakni Pasal 17 Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Yakni penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.

Hal ini dirasa penting, karena pemain besar e-dagang di Indonesia masih berasal dari negara asing. 42% pemimpin pasar eksisting berasal dari perusahaan asing (Jepang 63%, Amerika Serikat 17%, Singapura 8%, Jerman 8%, serta Inggris 4%), murni modal Indonesia 50%, dan sisanya 8% joint venture.

Jadi, jika kita terus biarkan mereka menawarkan layanan e-dagang tanpa memberi nilai tambah ke negeri kita, maka Indonesia rugi dua kali: Tidak ada proteksi ke pemain lokal sekaligus tidak ada multiple effect jika data center disimpan di dalam negeri.

Di sisi lain, regulator juga harus memastikan bahwa investor asing lebih patuh (bukan berarti ada toleransi untuk pemain lokal), terutama dalam penerapan Pasal 65 Undang-Undang No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Dalam pasal tersebut disebutkan, setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dengan mengunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar serta sesuai ketentuan UU ITE.

Adapun data dimaksud antara lain identitas dan legalitas pelaku usaha, persyaratan teknis barang yang ditawarkan, persyaratan teknis/kualifikasi jasa yang ditawarkan, harga dan cara pembayaran barang dan jasa, serta cara penyerahan barang.

Hal keajegan sikap berikutnya yang harus menjadi perhatian adalah memastikan agar sektor terkait di tanah air bisa dilibatkan sedari awal. Jangan sampai, pekerjaan-pekerjaan yang sudah bisa kita lakukan pun, juga diambil pemain asing seluruhnya.

Kita sudah sering melihat, jangankan di Jakarta, di Bandung pun sudah banyak kurir toko besar e-dagang yang berseliweran di jalanan raya. Ini tentu ironis, karena investor raksasa asal Jerman (baca: Lazada), bahkan sampai mengkooptasi hingga “recehan” terkecil.

Jasa kurir dan ekspedisi selayaknya menjadi domain para pemain lokal, apalagi mereka terbukti mampu serta memiliki armada dan infrastruktur lebih lengkap. Misal BUMN PT Pos Indonesia, yang jika terus dipercaya semua pemain e-dagang, dividennya akan masuk negara.

Model bisnis Alibaba bisa ditiru. Di Indonesia, mereka membuka layanan daring Aliexpress, namun pelaksana di lapangan adalah PT Pos Indonesia. Dalam hal media pembayaran, Aliexpress bekerjasama antara lain dengan Doku, Mandiri Clickpay, dan BRI e-Pay.
Untuk itulah, seyogyanya kita selalu pastikan bersama, bahwa pekerjaan pendukung dari helatan akbar e-dagang ini harus dikelola bangsa kita sendiri. Jika tidak, kita bisa bayangkan, dari hulu ke hilir, kelak akan terbang ke negara asal investor!

Akhirul, seperti dibahas di awal tulisan ini, keberhasilan dan kegagalan e-dagang dalam menyejahterakan masyarakat Indonesia, kini sepenuhnya berada di tangan kita. Selagi ada waktu hingga Agustus nanti, selayaknya merah putih selalu jadi prioritas kita bersama.

Penulis adalah dosen Fakultas Komunikasi Bisnis Telkom University.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Whats New
Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Whats New
Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Whats New
Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Work Smart
Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Earn Smart
Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Whats New
Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Earn Smart
Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Earn Smart
Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Whats New
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Work Smart
Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Whats New
IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

Whats New
Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com