Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Purnatugas, Tim Anti-mafia Migas Berikan 12 Rekomendasi ke Pemerintah

Kompas.com - 13/05/2015, 20:56 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang dibentuk oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pada 16 November 2014 lalu telah purnatugas per hari ini, Rabu (13/5/2015). Sebanyak 12 rekomendasi dikeluarkan untuk menutup masa tugas tim yang dinakhodai oleh Faisal Basri tersebut. “Laporan ini berjudul ‘Memperkokoh Kelembagaan Sektor Migas Indonesia’. Jadi, kita tidak melawan mafia dengan senjata, dengan borgol, tapi memperkokoh kelembagaan. Pendekatan yang digunakan tim adalah pendekatan kelembagaan,” ucap Faisal dalam konferensi pers, Rabu.

Berikut di bawah ini adalah inti dari 12 rekomendasi yang dirilis Tim Anti-mafia Migas. Pertama, tentang rekomendasi umum, di antaranya membentuk sistem yang transparan dan akuntabel dalam tata niaga migas untuk meningkatkan efisiensi sektor hulu dan hilir, utamanya dalam aktivitas impor.

Selain itu, tim juga memberikan rekomendasi agar pemerintah mendukung perusahaan minyak nasional melakukan eksplorasi dengan informasi data yang akurat dan insentif. Tim juga merekomendasikan pengembangan energi baru-terbarukan untuk mewujudkan kemandirian energi.

Kedua, tentang penerimaan negara dari sektor migas. Tim memberikan rekomendasi agar penerimaan negara dari sektor migas—di luar PPh perusahaan migas—disisihkan dan ditabung untuk berbagai keperluan, seperti membiayai pengembangan energi baru-terbarukan, kebijakan jaring pengaman untuk mengurangi dampak fluktuai harga minyak, riset EOR (Enhanced Oil Recovery), serta survei umum dan seismik.

Ketiga, tentang format tata kelola sektor hulu migas. Tim merekomendasikan, dibentuknya BUMN khusus untuk mengatur dan mengendalikan sektor hulu migas. BUMN khusus ini dibiayai melalui imbalan pengelolaan migas yang diperoleh dari penerimaan kegiatan hulu migas.

Menurut tim, fungsi pengaturan dan pengendalian sektor hulu migas tidak perlu dibebankan ke Pertamina. Tujuannya, agar Pertamina bisa terhindar dari risiko kontrak migas, dan dapat berkonsentrasi pada usaha komersial.

Keempat, tentang sistem fiskal sektor hulu migas. Tim merekomendasikan adanya model kontrak kerja sama yang sederhana, transparan, fleksibel, dan kompetitif. Tim menyebutkan, untuk wilayah kerja yang memiliki cadangan besar dengan tingkat kesulitan rendah, pemerintah dapat menggunakan service contract. Tim juga merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali aturan mengenai cost recovery.

Kelima, tentang perpanjangan kontrak migas. Tim mengajukan rekomendasi agar hak pengusahaan oleh Pertamina pada wilayah kerja migas yang berakhir masa kontraknya bisa ditukar dengan hak eksplorasi dan eksploitasi lapangan migas di negara lain.

Selain itu, perlu adanya aturan jelas terkait participating interest. Maksudnya, tim merekomendasikan pemanfaatan sepenuhnya oleh BUMD.

Keenam, tentang perizinan dan investasi. Tim memberikan rekomendasi agar perizinan disederhanakan melalui sistem “Pelayanan Satu Pintu”. Pemerintah diusulkan menghapus aturan-aturan yang menyebabkan praktik ekonomi biaya tinggi di sektor migas.

Ketujuh, tentang infrastruktur. Tim merekomendasikan agar pemerintah menyediakan anggaran dan insentif bagi usaha nasional untuk pembangunan infrastruktur distribusi dan penyimpanan gas.

Kedelapan, tentang hak daerah. Tim merekomendasikan agar pemerintah membuat pengaturan lebih tegas mengenai pemanfaatan potensi daerah untuk menunjang produksi migas dan kewajiban pemerintah daerah untuk memfasilitasi kelancaran usaha migas.

Kesembilan, tentang keberpihakan pada industri nasional. Pertamina dan perusahaan nasional diberi kesempatan lebih besar mendapatkan hak eksplorasi dan eksploitasi wilayah kerja dengan tingkat kesulitan rendah. Kontraktor minyak asing diwajibkan menyertakan Pertamina dan/atau perusahaan nasional dalam eksplorasi dan eksploitasi wilayah kerja dengan tingkat kesulitan tinggi.

Ke-10, tentang tata niaga dan pengadaan minyak mentah dan BBM. Tim memberikan rekomendasi yang paling penting, yaitu pemerintah menghentikan impor RON88 dan Gasoil 0,35 persen sulfur, dan menggantinya masing-masing dengan impor Mogas92 dan Gasoil 0,25 persen sulfur. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan Gasoil 0,25 persen sulfur. Pemerintah mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON88 menjadi bensin RON92.

Ke-11, tentang penentuan harga BBM dalam negeri. Tim merekomendasikan pemerintah menentukan harga eceran BBM berdasarkan rumusan pasti dan stabil. Tim juga merekomendasikan agar perhitungan subsidi didasarkan pada volume BBM yang disalurkan pada titik serah akhir SPBU dan depot BBM untuk kereta api (KA).

Terakhir, ini merupakan rekomendasi lain-lain. Di antaranya yang terpenting yakni pemanfaatan hasil kerja unit-unit pada Kementerian ESDM (Pusat Survei Geologi, Lemigas, dan lain-lain) perlu dimaksimalkan sehingga mendukung penyiapan data geologi wilayah kerja atau lapangan migas yang akan dilelang dan perencanaan pembangunan infrastruktur migas nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com