Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pejabat dan Pengusaha yang Terlanjur Borong Tanah di Cilamaya

Kompas.com - 21/05/2015, 13:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memutuskan untuk menghentikan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya beberapa waktu lalu. Keputusan pemerintah ini pil pahit bagi para spekulan tanah yang sudah terlanjur memborong tanah di Cilamaya. Ahmad Atoilah, Ketua Kelompok Tani Desa Pasirjaya, Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang, mengatakan, banyak pejabat daerah dan pengusaha sudah kadung membeli tanah di Cilamaya.

Celakanya, banyak tanah pertanian produktif yang kini dikuasai para pejabat daerah dan pengusaha tersebut. “Mereka ini berasal dari luar Cilamaya dan Karawang. Ada yang dari Bandung, Bogor, atau Jakarta,” kata Ahmad, Rabu (20/5/2015).

Menurut Ahmad, ketika Wapres Jusuf Kalla (JK) memutuskan untuk menghentikan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya beberapa waktu lalu, para spekulan tanah ini termasuk yang paling keras menolak keputusan tersebut.

Menurut Ahmad, penolakan yang dilakukan hingga sekarang itu sangat beralasan. Sebab, ketika membeli tanah di sekitar Cilamaya, mereka berharap bisa menanamkan investasi yang menguntungkan, sebagai imbas adanya pelabuhan berskala internasional.

Di atas tanah tersebut, lanjutnya, ada yang direncakanan dibangun gudang, mal, restoran, dan bahkan hotel. Namun nyatanya, ketika JK memutuskan penghentian rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya, maka harga tanah langsung anjlok. “Sekarang tanah di sini menjadi tidak ada harganya dan tidak ada yang menawar,” katanya.

Tanah-tanah yang banyak dibeli spekulan dari luar daerah tersebut kebanyakan berlokasi di daerah dekat calon pelabuhan atau daerah-daerah yang direncakan menjadi akses utama ke pantai Cilamaya. Misalnya, Dusun Kalen Kalong Desa Cikuntul, Desa Sumberjaya, Desa Ciparagejaya Kecamatan Tempuran, sampai Desa PasirJaya Kecamatan Cilamaya Kulon. Di daerah tersebut, sekitar 500-700 hektare (ha) tanah sudah dikuasai pihak luar.

Ahmad menambahkan, pada tahun 2010, harga tanah di lokasi tersebut masih sekitar Rp 50 juta per ha atau Rp 5.000 per meter persegi. Namun seiring rencana pembangunan pelabuhan, harga terus meningkat tajam, bahkan hingga Rp 700 juta-Rp 800 juta per ha.

Menurut Ahmad, tanah pertanian yang jatuh ke tangan pengusaha itu tergolong sangat produktif karena padi yang tumbuh di area dekat pantai dikenal memiliki kualitas tinggi. Kebanyakan tanah atau lahan pertanian yang sudah dijual kini ditandai patok-patok merah.

Ia menduga, aksi pejabat daerah dan pengusaha dalam membeli tanah-tanah di Cilamaya tidak lepas dari peran jaringan mafia tanah yang begitu kuat di Cilamaya. Salah satu bukti aksi mafia tanah di Cilamaya adalah penerbitan Surat Keterangan Desa (SKD) atas beberapa tanah di tepi pantai. Padahal, lokasi itu seharusnya tidak bisa diterbitkan SKD.

Nanang Usman, calo tanah yang juga mantan perangkat Desa Ciparagejaya mengaku, maraknya permintaan tanah di sekitar lokasi calon pelabuhan memang tinggi. Tak heran, jika pengalihan kepemilikan tanah menjadi sangat cepat. Bahkan, untuk tanah tambak di Ciparage saja, menurut Nanang, sekarang hanya tersisa 5 persen yang masih dimiliki penduduk asli. “Sisanya sudah beralih kepemilikan oleh orang luar,” kata Nanang. (Rani Nossar)

baca juga: Pelabuhan Cilamaya Dipindah, Jepang Tetap Berminat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Penukaran Uang, BI Pastikan Masyarakat Terima Uang Baru dan Layak Edar

Whats New
Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Cara Cek Tarif Tol secara Online Lewat Google Maps

Work Smart
PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

PT SMI Sebut Ada 6 Investor Akan Masuk ke IKN, Bakal Bangun Perumahan

Whats New
Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Long Weekend, KAI Tambah 49 Perjalanan Kereta Api pada 28-31 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com