JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membantah telah membuat kebijakan melarang ekspor mineral bauksit, seperti yang dituduhkan pengamat ekonomi Faisal Basri. Bahkan, Hatta menilai tudingan Faisal tersebut sebagai fitnah.
"Kali ini saya ingin menjelaskan mengenai fitnah saudara Faisal Basri kepada saya tentang 'Kacau Balau Industri Bauksit Kita'," tulis Hatta akun Twitter-nya, @hattarajasa, Senin (25/5/2015).
Dalam kicauannya itu, Hatta merasa perlu menjelaskan kepada masyarakat terkait duduk masalah kebijakan pemerintah saat itu. Dia menjelaskan, pelarangan ekspor mineral mentah merupakan perintah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Kebijakan itu, lanjut Hatta, harus dijalankan selambat-lambatnya 12 Januari 2014.
Sebagai Menko saat itu, Hatta mengatakan bahwa dia harus memastikan amanat UU Minerba dijalankan. Sementara peraturan teknisnya ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Ketika itu kita banyak mendapat tekanan dari pihak asing agar kita tidak memberlakukan UU tersebut. Namun, kita tetap konsisten menjalankan UU," ujar Hatta.
Menurut Hatta, lahirnya UU Minerba, terutama pelarangan ekspor bahan mentah, mendapat dukungan positif. Bahkan, kebijakan pelarangan ekspor tersebut, menurut Hatta, merupakan era baru Indonesia sebagai negara yang tak lagi menjual bahan mentah.
Tudingan Faisal Basri
Sebelumnya, Faisal Basri menyebut Hatta Rajasa sebagai biang keladi kekacauan industri bauksit nasional saat ini. Bahkan, Faisal menilai apa yang dilakukan Hatta saat menjabat sebagai menteri ada kaitannya dengan langkah dia untuk maju dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu. (Baca: Faisal Basri Tuding Hatta Rajasa Biang Keladi Kekacauan Industri Bauksit)
"Hatta Rajasa biang keladinya. Ini tunjuk nama aja deh biar semua jelas," ujar Faisal Basri dalam acara Kompasiana Seminar Nasional bertema "Kondisi Terkini, Harapan dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia" di Jakarta, Senin (25/5/2015).
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu menjelaskan, pada awal 2014 lalu, peranan Hatta Rajasa melarang ekspor mineral mentah (raw material), termasuk bauksit, sangat besar. Kata Faisal, berbagai pembahasan aturan pelarangan ekspor bauksit dibahas di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian dengan berbagai menteri terkait.
Akhirnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 terbit pada tanggal 12 Januari 2014. Faisal menilai, aturan itu membuat industri bauksit nasional hancur lantaran semua perusahaan bauksit tak lagi diperbolehkan mengekspor bauksit yang merupakan bahan mentah pembuatan aluminium.
Menurut Faisal, pelarangan ekspor bauksit itu merupakan permintaan perusahaan aluminium terbesar Rusia, yaitu UC Rusal, yang saat itu berencana menanamkan investasinya di Indonesia untuk membuat pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) di Kalimatan.
Berkat pelarangan itu, pasokan 40 juta ton bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang. Dampaknya, kata Faisal, harga alumina Rusal di dunia internasional melonjak.
"Jadi, sudah nyata yang paling untung itu Rusal. Ini mau pemilu, pilpres, dan Hatta Rajasa menjadi calon wakil presiden," ucap Faisal.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.