Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pensiunan PT DI Gugat UU Dana Pensiun

Kompas.com - 24/06/2015, 15:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu lagi produk undang-undang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, seorang pensiunan PT Dirgantara Indonesia, Haris Simanjuntak melayangkan gugatan uji materi (judicial review) UU nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.

Menurut Haris, UU Dana Pensiun (Dapen) memberikan perlakuan tidak adil kepada para pensiunan PT Dirgantara Indonesia, termasuk dirinya. Pasalnya, menurut Haris dalam beleid ini tak ada sanksi berupa denda maupun hukum pidana bagi perusahaan yang tidak melaksanakan empat pasal dalam UU ini.

Keempat pasal yang dimaksud adalah pertama pasal 9 yang mengatur bahwa perubahan atas aturan dana pensiun tidak boleh mengurangi manfaat dana pensiun yang menjadi hak peserta yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat pengesahan menteri.

Kedua, pasal 21 ayat 1 yang menyatakan peserta yang memenuhi syarat berhak atas manfaat pensiun normal atau manfaat pensiun cacat atau manfaat pensiun dipercepat atau pensiun ditunda yang besarannya dihitung dari rumus yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

Ketiga, pasal 31 ayat 1 yang mengatur dana pensiun tidak diperkenankan melakukan pembayaran apapun kecuali pembayaran yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.

Keempat, pasal 51 ayat 1 dan 2 yang mengatur ketentuan bahwa dana pensiun wajib diselenggarakan sesuai dengan peraturan dana pensiun dan wajib memenuhi ketentuan yang sesuai dengan UU Dana Pensiun.

Lantaran tak ada sanksi, kata Haris, PT Dirgantara Indonesia hanya membayarkan pensiun kepada pekerjanya berdasarkan surat keputusan direksi yang perhitungannya tidak sesuai dengan peraturan dana pensiun yang ditetapkan berdasarkan UU.

Lewat gugatan ini Haris meminta MK untuk menyatakan segala perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 9, 21 ayat 1, 31 ayat 1, dan 51 ayat 1 dan 2 UU Dana Pensiun merupakan perbuatan melawan hukum dan menyatakan pelanggarnya bisa diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda sebesar Rp 5 miliar.

Atas permohonan ini, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar meminta Haris untuk merumuskan kembali uji materi yang diajukannya. Salah satunya terkait dengan petitum Haris yang meminta agar MK menyatakan perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan dalam pasal diatas diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 5 miliar.

"MK tidak boleh merumuskan ini, ini rumusan harus dilakukan oleh pembentuk UU, MK tidak boleh bentuk UU, paling tinggi kami hanya bisa memaknai UU," kata Patrialis. (Agus Triyono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com