Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Abad

Kompas.com - 29/06/2015, 06:00 WIB

                                        Oleh Rhenald Kasali

Memasuki usia setengah abad, kita kerap terkena gejala penuaan: mata mulai kurang awas, gerakan melambat, dan kalau sakit lama sembuhnya. Lebih repot lagi cara berpikir kita pun kerap mulai ketinggalan zaman. Surat kabar pun bisa seperti itu.

Namun, kalau asupan (SDM, informasi) dan kebugaran (teknologi, kepemilikan, keuangan) terjaga, ia bisa tetap gesit menguji kebenaran. Itulah yang dilakukan harian Kompas. Itu sebabnya pada usia yang ke-50, di mata saya, Kompas tampil bak pria mapan pasca-menjalani terapi stem cell untuk meremajakan sel-sel tuanya.

Saya tahu bisnis media cetak lebih rumit daripada bisnis bank. Selain lebih berisiko, return-nya juga tak sebesar bisnis perbankan. Meski keduanya sama-sama menghadapi ancaman digitalisasi, bisnis bank terus tumbuh.

Ini berbeda dengan bisnis pers. Memasuki abad ke-21, Kompas hidup dalam bayang-bayang kematian industri. Sudah pembacanya semakin terfragmentasi, perilaku membaca pun berubah total. Pada era digital, banyak pembaca yang sulit fokus terlalu lama. Itu sebabnya mereka ingin berita yang lebih pendek-sesuai dengan lebar layar gadget-nya, lebih ringkas dan to the point.

Tekanan perubahan

Di Amerika Serikat, beberapa media cetak tutup diterjang digitalisasi. Kalau koran sejernih Kompas ikut mati akibat era digital, itu sama saja dengan teknologi mengebiri demokrasi. Sebab pers adalah pilar ke-4 demokrasi. Newspaper should lead, that it has an obligation to its community that it is beholden to the public (Caroll, 2014).

Dulu pejabat Orde Baru takut dengan Kompas sebab masyarakat lebih percaya Kompas daripada Departemen Penerangan.

Namun, waktu berlalu dan dunia pers berubah. Washington Post yang pada 1970-an mampu meruntuhkan kekuasaan Richard Nixon kini beralih kepemilikan ke pendiri Amazon, Jeff Bezos. Koran-koran besar pun satu per satu bangkrut atau jatuh ke tangan private equity. Di sini, surat kabar diminati politisi untuk membentuk opini sehingga ukuran return-nya agak berbeda.

Sebagian pihak bilang zaman telah berubah. Bisnis koran tak cocok lagi bagi kaum muda. Betulkah? Sebuah kajian strategic management ternyata menemukan masalah lain, yaitu kurang klopnya pandangan antara pemilik baru dan para jurnalis yang biasa bekerja dengan kebenaran.
Baca: Kompas beruntung

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com