Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegaduhan JHT karena Tak Ada Sosialisasi ke Masyarakat

Kompas.com - 03/07/2015, 14:28 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengkritik BPJS Ketenagakerjaan terkait penerapan Peraturan Pemerintah (PP) nomer 46 tahun 2015 tentang penyelenggaraan Jaminan Hari Tua (JHT). Pasalnya, kebijakan tersebut berlaku serta-merta tanpa adanya sosialisasi dan pemberian waktu tenggang atau transisi dari kebijakan lama ke kebijakan baru.

“Sekarang yang ramai itu gini, misalkan saya sudah bekerja jatuh tempo, katakanlah saya sudah bekerja 6 tahun terus keluar (kerja), kan uang (JHT) itu bisa saya ambil dong (berdasarkan aturan yang lama) karena sudah 6 tahun. Nah pas mau mengambil JHT itu ada waktu 30 hari tuh. Nah masa tunggu itu ternyata jatuh tempo 30 Juli 2015, masa ini dikenakan aturan baru juga. Enggak benar ini. Kan enggak lucu. Geblek juga itu BPJS Ketenagakerjaan. Itu yang jadi persoalan,” ujar Agus kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (3/7/2015).

Menurut dia, setiap penerapan kebijakan baru harus memiliki sosialisasi yang cukup sehingga tak menimbulkan efek kejut kepada masyarakat. Pemberian waktu transisi sebelum penerapan kebijakan itu pun akan lebih membuat masyarakat terbiasa akan perubahan suatu aturan.

Agus mengatakan, sosialisasi dan pemberian waktu transisi kebijakan baru pencairan Jaminan Hari Tua tak dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Akibatnya kata dia, masyarakat menjadi gaduh karena belum mengetahui persis aturan baru itu. Padahal, sebut dia, substansi Peraturan Pemerintah (PP) nomer 46 tahun 2015 sudah baik karena mengatur skema pencairan JHT setelah 10 tahun keikutsertaan dalam BPJS Ketenagakerjaan.

“Persepsi di masyarakat itu, JHT ini layaknya tabungan, padahal kan tidak. Jadi mengambilnya memang harus ada batasan minimumnya. Mengapa? Karena uang itu akan diinvestasikan kembali. Lah kalau setiap saat bisa diambil kan namanya tabungan (bukan jaminan untuk hari tua),” kata dia.

Dari sisi pemerintah, menurut Agus, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri sudah bolak-balik mengingatkan semua petinggi BPJS Ketenagakerjaan agar PP baru JHT tersebut disosialisasikan.

Hal itu dia ketahui usai berkomunikasi langsung dengan Menaker. Oleh karena itu menurut Agus, hal yang krusial dalam setiap kebijakan bukan hanya pada substansinya saja melainkan juga sosialisasi kebijakan tersebut kepada masyarakat.

Sebelumnya, perubahan mekanisme peberian manfaat salah satu program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Hari Tua (JHT) membuat masyarakat resah. Sekarang, JHT hanya bisa diambil ketika karyawan sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun. Itu pun 40 persen dari total tabungan dengan rincian sebesar 10 persen tunai dan 30 persen untuk pembiayaan perumahan. Padahal dalam aturan sebelumnya, JHT bisa diambil penuh jika keryawan sudah terdaftar selama 5 tahun.

baca juga: Dirut BPJS: Pencairan JHT Jadi 10 Tahun Agar Hari Tua Pekerja Lebih Baik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kewajiban Sertifikat Halal bagi UMKM Ditunda hingga 2026

Kewajiban Sertifikat Halal bagi UMKM Ditunda hingga 2026

Whats New
BW Digital dan Anak Usaha Telkom Bangun Sistem Komunikasi Kabel Laut Hubungkan Australia, RI, Singapura

BW Digital dan Anak Usaha Telkom Bangun Sistem Komunikasi Kabel Laut Hubungkan Australia, RI, Singapura

Whats New
Garuda Indonesia Hentikan Sementara Operasional Pesawat yang Alami Insiden Mesin Terbakar

Garuda Indonesia Hentikan Sementara Operasional Pesawat yang Alami Insiden Mesin Terbakar

Whats New
IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Whats New
Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Whats New
Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Whats New
RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

Whats New
OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

Whats New
Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Whats New
[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

Whats New
Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai 'Take Off', Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai "Take Off", Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Whats New
Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Earn Smart
Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Whats New
Cara Migrasi PLN Pascabayar ke Prabayar lewat Aplikasi

Cara Migrasi PLN Pascabayar ke Prabayar lewat Aplikasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com