Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Strategi Pasti dalam Menghadapi Kelesuan Ekonomi

Kompas.com - 10/07/2015, 12:40 WIB

Oleh Ryan Filbert*
@RyanFilbert

KOMPAS.com - Hingga pertengahan tahun, 2015 tampaknya merupakan sebuah tahun yang termasuk ‘masa-masa ekonomi sulit’. Hal ini terkonfirmasi dan benar dialami oleh para pelaku usaha. Rekan-rekan saya mengakui bahwa bisnis mereka mengalami kelesuan.

Banyak faktor yang terjadi dan sepertinya semua media sudah banyak yang mengulas fakta-fakta perlambatan pertumbuhan, sehingga tidak akan dibahas kali ini.

Sebagai manusia kita tetap perlu melanjutkan kehidupan atau dalam bahasa kerennya sering disebut, “The show must go on.” Setujukah Anda?

Apakah meratapi perubahan ekonomi yang sedang mengalami kelesuan akan memberikan sebuah jalan atau titik terang? Tentu jawabannya adalah tidak.

Biasanya contoh atau cerita ini digunakan banyak motivator untuk mengangkat semangat orang-orang namun kiranya boleh juga kita membawanya dalam sudut pandang seorang pelaku di dunia ekonomi.

Banyak yang sudah menunjukkan bahwa kesalahan utamanya terletak pada pemikiran yang terlalu fokus pada masalah, bukan pada solusi. Apakah Anda saat ini sudah fokus pada solusi?
Contoh mudahnya, bila saat ini secara fakta dapat kita lihat bahwa semua pergerakan saham mengalami penurunan atau stagnan, artinya ada saham dari perusahaan bagus yang saat ini ikut turun terbawa tren. Ya, meski secara fakta memang perusahaan itu juga mengalami penurunan kinerja.

Namun, perusahaan yang baik bukanlah perusahaan yang tidak merugi atau tidak melesu ketika bisnis dan perekonomian melesu, melainkan perusahaan yang mampu bertahan dari segala keadaan ekonomi. Meski perekonomian buruk dapat bertahan, dan ketika membaik mampu membaik lebih cepat.

Artinya, bisa kita sadari bahwa ada harga yang terdiskon dari merek terbaik. Ya, sudah sering saya kemukakan sudut pandang ini.

Hal lain yang perlu dibuang adalah pemikiran optimistis. Wow? Tidak salah? Optimisme adalah sebuah hal yang baik, betul?

Dalam kondisi yang tidak mendukung, terkadang optimisme justru membawa kita pada sebuah tindakan spekulasi.

Contohnya, karena Anda sangat optimistis bahwa bulan depan nilai tukar mata uang akan membaik maka Anda tidak melakukan sebuah skema lindung nilai atau dalam bahasa populernya hedging. Sehingga, Anda tidak memproteksi nilai tukar Anda.

Ternyata, justru nilai tukar semakin memburuk. Apa yang terjadi dengan optimisme Anda? Bukankah justru akibat rasa percaya diri terlalu tinggi membuat kita terjebak pada sebuah aksi nekat? Bukankah nekat itu juga bagian dari spekulasi?

Hal yang perlu ditingkatkan dalam sebuah kondisi yang sulit adalah sikap yang positif. Apa maksudnya?

Kejadian sangat miris yang terjadi akibat optimisme berlebihan telah memakan korban jiwa di Hongkong baru-baru ini. Akibat harga saham yang mengalami penurunan, seorang wanita lompat bunuh diri dari sebuah tempat perbelanjaan.

Ketika kita melihat penurunan harga saham, ketakutan orang adalah tidak adanya masa depan dari sebuah penurunan pasar yang terjadi, nyatanya?

Kelesuan perekonomian dunia bukan terjadi baru kali ini, bahkan Indonesia pun pernah mengalaminya. Berapa kali menurut Anda? Dua kali? Tahun 1998 dan 2008? Anda tidak memperhitungkan kasus pemotongan nilai rupiah pada era Bung Karno?

Namun, apakah setelah itu tidak terjadi perbaikan? Ya, jawabannya hingga hari ini ada. Perekonomian bisa kembali membaik dan inilah hal positif yang perlu kita tanamkan pada diri kita: “Seberapa jauh penurunannya maka sebesar itulah potensi kenaikannya.”

Menjadi seorang pelaku dalam dunia ekonomi yang sedang dalam kelesuan justru memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang lebih positif meski syarat terakhirnya adalah tetap menjaga modal.

Apa yang saya tuliskan ini saya pelajari dari seorang perwira Amerika dalam Perang Vietnam yang mendapatkan pangkat tertinggi, yaitu “Hanoi Hilton”. Dialah Jim Stockdale. Jim disiksa sebanyak lebih dari 20 kali selama di penjara selama 8 tahun dari tahun 1965–1973, dan pada tahun ke-8, Jim akhirnya dibebaskan sebagai tawanan perang.

Kunci keberhasilan pada setiap kesulitan adalah tetap berpikir positif dan hilangkan pemikiran optimisme berlebihan yang akhirnya justru menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Salam investasi untuk Indonesia.

*Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksadana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain: Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution.
Setiap bulannya, Ryan Filbert sering mengadakan seminar dan kelas edukasi di berbagai kota di Indonesia.
Harapan besar Ryan adalah memberikan sebuah sedikit 'jalan terang' bagi edukasi mengenai investasi agar semakin banyak orang Indonesia yang 'melek' akan dunia investasi dan keuangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com