Hendri menyebutkan negara-negara yang dimaksud adalah China dan Amerika Serikat. Hendri mengatakan perang nilai tukar mata uang atau currency war ini kemungkinan terjadi lantaran menguatnya dollar AS.
"Yang bisa melakukan ini adalah China dan Amerika," kata Hendri, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Hendri mengatakan, dampak dari perang nilai tukar kedua negara itu tentu akan berpengaruh besar terhadap Indonesia. Sebab, baik China maupun Amerika Serikat merupakan dua mitra dagang utama Indonesia.
Ekspor RI ke China mayoritas berupa komoditas primer, sedangkan ekspor RI ke Amerika Serikat adalah produk manufaktur. Memang, perlambatan ekonomi di China menyebabkan impornya dari Indonesia berkurang.
"Tentu untuk mengatasi ini, kita lakukan kerjasama dengan China. Kita tawarkan kerjasama sehingga mengurangi tekanan tadi. Begitu juga dengan negara-negara lain," ucap Hendri.
Lebih lanjut dia mengatakan, kerjasama apa yang bisa ditawarkan adalah tergantung kemampuan pemerintah guna menyelesaikan defisit neraca transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.
"Kebijakan yang dikeluarkan itu akan berimbas pada sektor riil. Bukan hanya utak-atik di sektor moneter," pungkas Hendri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.