Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Lesu, 125 Perusahaan Batu Bara Bangkrut, 5.000 Orang Kena PHK

Kompas.com - 12/08/2015, 06:01 WIB
BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Krisis perkonomian global semakin akut. Perusahaan di bidang pertambangan dan perkebunan paling parah terkena dampaknya. Sebanyak kurang-lebih 125 perusahaan pertambangan batu bara di Kalimantan Timur tidak beroperasi. Akibatnya, 5.000 orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dalam bincang-bincang Tribun Kaltim dengan sejumlah pengusaha nasional dan daerah, terungkap situasi perekonomian terutama sektor tambang kini sangat parah. Jika krisis berkelanjutan, jumlah perusahaan bangkrut akan terus bertambah.

“Sekitar 125 perusahaan tambang tutup di Kaltim. Pokoknya tutup. (Dari perusahaan yang tutup itu) Lebih banyak beroperasi di Kutai Timur,” ujar Ketua Asosiai Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim M Slamet Brotosiwoyo dalam perbincangan di satu hotel di Balikpapan.

Menurut Slamet, hingga awal Agustus 2015, keterpurukan ekonomi belum terlihat tanda-tanda pemulihan. Masih serba tidak pasti. “Kalau kondisi seperti ini terus, akhir tahun pasti tambah lagi perusahaan yang tutup. Perkiraan Apindo, jumlah perusahaan tutup bisa sampai 200 perusahaan sampai akhir tahun,” ujar Slamet.

Slamet menyadari, lesunya iklim bisnis, disebabnya banyak faktor. Antara lain faktor internasional, terkait lesunya perekonomian dunia, turunnya harga minyak mentah, minimnya permintaan akan komoditas batu bara yang diikuti penurunan harga.

“Ini masalah global. Bukan di Indonesia saja, tetapi pengaruh harga energi, terutama harga minyak mentah, turun yang antara lain oleh efek pembajakan minyak oleh ISIS. Minyak di Irak dan Suriah dilego murah oleh ISIS,” katanya.

Dampak paling parah akibat menurunya permintaan tambang batu bara dan perkebunan adalah pengusaha di Kalimantan dan Sumatera.

Selain kelesuan ekonomi, para pengusaha merasa, ada yang memperparah kesulitan pengusaha yakni besarnya beban pungutan yang ditanggung pebisnis.

“Kondisi perekonomian sudah lesu, makin parah karena banyak pungutan. Kami berharap, pemerintah boleh palak pengusaha, tapi nanti, tolong jangan palaki sekarang. Berikanlah kemudahan, stimulus. Berikan dulu kesempatan, jangan dipungut ini dan itu. Nanti kalau sudah untung, baru dipalaki lagi," kata Slamet.

“Ini bisa gawat. Dampak krisis ini bisa sampai dua tahun, karena itu, pemerintah harus segera bertindak. Misalnya, hal-hal retribusi yang tidak terlalu penting, jangan diambil, beri keringanan," tambahnya.

Ia mengemukakan, total pungutan tersebut mencapai 11,75 persen dari beban perusahaan kepada pegawai. “Dana siluman saja sekitar 17,75 persen. Jadi pungutan-pungutan itu, bisa 30 persen lebih,” ujar Slamet.

Sementara itu, Ketua Bidang Tambang Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Pusat Muliawan Margadana, membenarkan tingginya beban yang ditanggung pengusaha. "Pungutan resmi yang kami bayarkan itu lebih dari 11 persen. Dan yang masih memberatkan lagi, pungutan-pungutan di luar peraturan resmi," kata Muliawan.

Selain pungutan di atas, pengusaha menanggung beban pajak. "Kalau tidak salah, ada 31 jenis pajak," ujar Muliawan.

5.000 korban PHK

Akibat penutupan, ratusan perusahaan tambang tersebut, saat ini, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 5.000 orang. Sekitar 2.400 pegawai di antaranya berada di Kutai Timur.

Ibarat sungai, perusahaan tambang adalah hulu. Ketika di hulu air mengering, di hilir akan lebih banyak terkena dampaknya.

Ketika perusahaan tambang batu bara melakukan PHK terhadap 1 pekerja,dampak ikutannya bisa menyeret 7-8 orang dari sektor penunjang, misalnya pekerja transportasi, perbengkelan, restoran dan perhotelan, dan seterusnya.

Sejatinya, dampak kesulitan perekonomian pada tambang batu bara sudah parah. Namun sejauh ini, PHK massal seakan tidak bergolak, karena pada pegawai yang terkena PHK umumnya pendatang dari daerah lain bahkan dari luar pulau.

“Begitu PHK, mereka kembali ke kampung halamannya, sehingga tidak menganggur di sini,” ujar Slamet. (amb/m14/m11/m07)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com