KOMPAS.com -Selain berbasis saham, terdapat pula reksa dana yang dominan berbasis obligasi seperti reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang. Karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan saham, maka metode pengukuran risikonya juga berbeda yaitu menggunakan analisa durasi. Seperti apa analisa tersebut?
Referensi: Mengukur Risiko Reksa Dana (1)
Secara prinsip, yang paling membedakan antara saham dan obligasi adalah pada jatuh temponya. Saham tidak memiliki jatuh tempo sehingga harganya akan berfluktuasi dari waktu ke waktu.
Di Indonesia, harga saham dapat turun ke batas bawah yang diperbolehkan dalam Bursa Efek Indonesia yaitu Rp 50 per lembar dan untuk kenaikannya tidak terbatas. Selama perusahaan terus menerus membukukan keuntungan, maka harganya akan terus naik.
Instrumen obligasi berbeda. Obligasi memiliki waktu jatuh tempo sehingga meskipun harganya juga dapat berfluktuasi, pada akhirnya pasti akan kembali ke nilai nominalnya.
Di Indonesia, harga obligasi dinyatakan dalam persentase dan untuk harga nominal adalah sebesar 100 persen. Harga pasarnya adalah harga dalam persentase dikalikan dengan nominal transaksi. Misalkan investor membeli obligasi Rp 10 miliar dengan harga 102, maka transaksi yang terjadi adalah Rp 10,2 miliar (Rp 10 miliar x 102 persen).
Untuk harga obligasi yang ditransaksikan di atas 100 disebut harga premium sementara yang di bawah 100 disebut disebut harga diskonto.
Dari saat dimiliki oleh investor hingga jatuh temponya, harga obligasi dapat naik dan turun. Bisa di atas 100 ataupun di bawah 100. Batas terbawah adalah 0 persen atau pada dasarnya obligasi tersebut bangkrut dan untuk batas atasnya tidak ada.
Namun berapapun harganya, pada dasarnya jika perusahaan tidak bangkrut maka harganya akan kembali 100 pada saat jatuh tempo, artinya pemegang obligasi akan dikembalikan sejumlah nilai pokok obligasi oleh perusahaan yang menerbitkannya. Harga obligasi hanya menjadi harga transaksi jika investor memperjual-belikannya satu sama lain.
Kemudian, perbedaan besar kedua adalah penyebab perubahan harga tersebut. Harga saham sangat ditentukan oleh fundamental atau kinerja perusahaan. Jika kinerja perusahaan baik maka harganya akan naik dan sebaliknya.
Pengaruh fundamental perusahaan terhadap harga obligasi adalah ketika perusahaan tersebut mau bangkrut atau diprediksi akan gagal bayar. Ketika hal tersebut terjadi, harga obligasi bisa jadi 0. Namun jika hanya nilai penjualan dan laba bersih yang naik turun, hampir tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap harga obligasi.
Jadi perubahan harga obligasi dari hari ke hari lebih disebabkan karena perubahan suku bunga. Obligasi pada dasarnya adalah instrumen investasi yang memberikan pembayaran kupon yang tetap kepada investor, sama seperti deposito. Bedanya hanya jangka waktunya lebih panjang dan bunganya lebih besar.
Jika suku bunga deposito di bank naik atau bahkan lebih besar dibandingkan besaran kupon obligasi, supaya tetap menarik obligasi harus dijual pada harga diskon. Sebaliknya juga ketika suku bunga deposito turun, maka kupon obligasi bisa jadi sangat menarik sehingga ada investor yang bersedia membeli di harga premium.
Dengan kata lain, ketika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun. Begitu pula reksa dana yang berinvestasi pada obligasi ini. Sebaliknya ketika suku bunga turun, maka harga obligasi dan reksa dana berbasis obligasi akan mengalami kenaikan.
Meskipun demikian, perubahan suku bunga dapat memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap perubahan harga obligasi tergantung pada jangka waktu jatuh tempo obligasi dan besaran suku bunganya.
Sebagai ilustrasi, obligasi dengan jatuh tempo yang lebih panjang akan memiliki persentase perubahan harga yang lebih besar dibandingkan obligasi dengan jatuh tempo yang lebih pendek.
Misalkan ketika suku bunga naik 1 persen, maka harga obligasi jangka panjang bisa turun 5 persen sementara obligasi jangka pendek hanya 2 persen saja. Sebaliknya juga ketika suku bunga turun, kenaikan harga pada obligasi jangka panjang bisa lebih besar.
Hal ini bisa terjadi karena jika jatuh tempo obligasi lebih lama, maka ketidakpastian yang dialami lebih besar dibandingkan obligasi yang jatuh temponya lebih pendek.
Selain suku bunga, faktor yang berpengaruh terhadap persentase perubahan obligasi adalah pada besaran kupon yang diberikan. Obligasi dengan kupon yang lebih tinggi akan memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan obligasi yang kuponnya lebih rendah.
Dalam bahasa akademis, obligasi dengan kupon yang rendah dan jatuh tempo panjang (Low Coupon Long Maturity) akan memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi dengan kupon tinggi dan jatuh tempo yang pendek (High Coupon Short Maturity).
Bagaimana jika ada obligasi yang jatuh temponya panjang, tapi kuponnya tinggi? Atau jatuh temponya pendek tapi kuponnya rendah? Untuk mengukur risiko tersebut digunakanlah istilah Modified Duration atau Durasi. Dalam beberapa fund fact sheet reksa dana pendapatan tetap dan campuran, kadang-kadang investor juga bisa menjumpai istilah ini.
Misalkan disebutkan Durasi suatu reksa dana adalah 3,5. Artinya jika saat ini suku bunga mengalami kenaikan 1 persen, maka diperkirakan harga reksa dana akan turun sebesar 3,5 persen dan sebaliknya jika suku bunga mengalami penurunan 1persen, maka harga reksa dana akan naik sebesar 3,5 persen.
Dengan membandingkan durasi antara reksa dana yang satu dengan yang lain, investor bisa mengetahui reksa dana mana yang lebih berisiko dan reksa dana mana yang tidak.
Berapa besarnya Durasi yang wajar? Memang saat ini belum ada pedomannya. Namun sebagai gambaran, untuk yang berisiko rendah adalah antara 1 – 3, sedang 4 – 5 dan tinggi di atas 5. Ketentuan ini mungkin bisa berbeda di masing-masing tempat, tapi setidaknya bisa digunakan sebagai gambaran.
Demikian artikel ini, semoga bermanfaat bagi anda.
*Rudiyanto adalah penulis Buku “Sukses Finansial dengan Reksa Dana” dan “Fit Focus Finish” yang diterbitkan oleh Elex Media. Head of Operation and Business Development Panin Asset Management. Salah satu Manajer Investasi terbesar di Indonesia, penerima penghargaan reksa dana Tertinggi, Terbaik dan Terfavorit pada tahun 2015 oleh Majalah Investor – Infovesta. Rudiyanto juga merupakan anggota Kelompok Kerja (POKJA) Otoritas Jasa Keuangan untuk peningkatan Literasi Keuangan di Indonesia. Blog rudiyanto.blog.kontan.co.id
FB Rudiyanto.Blog