Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Lima Kali Pangkas Suku Bunga, Bagaimana dengan RI?

Kompas.com - 26/08/2015, 09:58 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak November 2014 hingga saat ini Bank Republik Rakyat Tiongkok (PBoC) telah lima kali memangkas suku bunga, sebagai upaya mengerem penurunan tajam ekonomi yang dialami negari Tirai Bambu ini. Pemangkasan suku bunga yang terakhir ini, berdasarkan laman resmi bank sentral Tiongkok akan mulai diberlakukan efektif hari ini, Rabu (26/8/2015).

PBoC mengurangi tingkat suku bunga pinjaman dan deposit sebesar 25 basis poin (0,25 persen) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio/RRR) sebesar 0,50 persen. Jika PBoC melakukan pelonggaran moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonominya, lantas bagaimana dengan otoritas bank sentral, Bank Indonesia (BI)?

Ditemui di gedung DPR usai rapat badan anggaran, Gubernur BI Agus DW Martowardojo memberikan sinyal bahwa suku bunga acuan BI belum akan diturunkan dalam waktu dekat. “BI masih harus sangat mewaspadai perkembangan eksternal kita,” kata Agus, Selasa malam (25/8/2015).

Harga minyak mentah di pasar dunia yang terus anjlok menjadi salah satu perhatian BI, di samping proyeksi pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang terus alami koreksi. “Ada prediksi negara berkembang banyak yang ekonominya terkoreksi, membuat kita harus menjaga stand moneter kita tetap prudent dan konsisten, agar makro ekonomi tetap stabil,” tutur Agus.

Sebagaimana diketahui, ekonomi RI pada semester I-2015 hanya tumbuh 4,7 persen, mengalami perlambatan dibandingkan periode sama setahun sebelumnya yang mampu tumbuh 5,17 persen. Sementara itu, sejak Februari 2015, suku bunga acuan (BI rate) masih dipertahankan di level 7, 5 persen.

Berdasarkan data BI, pada 18 November 2014 rapat dewan gubernur BI menyepakati kenaikan suku bunga dari 7,5 persen menjadi 7,75 persen. BI rate terus dipertahankan di level 7,75 persen, hingga pada 17 Februari 2015 kembali lagi diturunkan menjadi 7,5 persen. Sejak 17 Februari 2015 sampai saat ini BI rate masih 7,5 persen.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, otoritas moneter harusnya tidak hanya berorientasi pasar. Dengan demikian, likuiditas untuk pergerakan sektor riil sangat penting. “Kalau market based, betul, sektor moneternya mati-matian dijaga agar sektor keuangan ini betul-betul aman. Tapi kita ini resource based yang lebih dominan,” kata Enny kepada Kompas.com, Rabu (26/8/2015).

Dia menjelaskan, dengan dukungan likuiditas itu kinerja sektor riil bisa lebih optimal, yang berujung pada peningkatan daya saing produk. Sektor inilah yang menurut Enny akan menjadi penyelamat ekonomi RI.

“Sehingga kalau orang mau curreny war, I don’t care, kita bisa memproduksi barang kita sendiri kok, bisa penuhi permintaan kita sendiri,” sambung dia.

Atas dasar itu, Enny berharap pemerintah dan otoritas berwenang tidak salah fokus dalam mengurus sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. “Bank Indonesia selalu beranggapan kita minta pelonggaran likuiditas selalu orientasinya capital flight. Ternyata sekarang pun, mau suku bunga berapapun tetap capital flight,” ucap Enny.

baca juga: Bank Sentral Tiongkok Pangkas Suku Bunga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com