Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Proyek Kereta Cepat Seharusnya Dibatalkan

Kompas.com - 03/09/2015, 11:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah sempat mundur dari rencana awal, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian hari ini dijadwalkan akan menyerahkan hasil penilaian terhadap proposal proyek kereta api cepat Jakarta - Bandung kepada Presiden Joko Widodo.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Kemenko Perekonomian dan sejumlah kementerian terkait telah membahas hasil kajian dari Boston Consulting Group atas dua proposal kereta cepat  dari China dan Jepang.

Menurut Darmin, lewat penilaian yang dilakukan konsultan independen itu, pemerintah memiliki gambaran mengenai keunggulan dan kekurangan dari masing-masing proposal yang diajukan oleh China dan Jepang.

Menurut Darmin, bila melihat dari sisi sosial ekonomi, proposal dari China lebih unggul ketimbang kompetitornya. "Mereka (China) unggul pada aspek dampak sosial ekonomi," kata Darmin Rabu (2/9/2015).

Sebaliknya, proposal yang diajukan Jepang juga memiliki keunggulan lain yang tak dipunyai China. "Jepang unggul dalam rekam jejak teknologinya," ungkap Darmin.

Sayangnya, Darmin masih enggan menyebut proposal yang akan dipilih pemerintah. Pasalnya, ia baru akan melaporkan ke Presiden Joko Widodo pada Kamis (3/9/2015) ini. "Apakah presiden akan memutuskan saat itu juga atau menunggu 1-2 hari, saya tidak tahu," jelas Darmin.

Meski rekomendasi soal proposal proyek dari China dan Jepang sudah siap diserahkan ke presiden, namun desakan agar pemerintah membatalkan proyek ini masih cukup santer.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan, seharusnya pemerintah membatalkan proyek kereta cepat Jakarta - Bandung. Pasalnya, "Pembangunan proyek ini tidak sesuai dengan nawacita yang digelorakan pemerintah," ungkap Agus kepada Kontan.

Selain itu, Agus bilang skema pembiayaan yang ditawarkan oleh China dan Jepang dalam proyek ini pada akhirnya akan membebani anggaran pemerintah. Pasalnya, dalam tawaran kerjasamanya, Jepang menyodorkan fasilitas pinjaman kepada pemerintah. Sementara China menawarkan pembiayaan lewat konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sehingga, "Ujung-ujungnya akan pakai dana APBN," ujar Agus.

Agus bilang, pemerintah lebih baik membangun jalur kereta di wilayah lain yang lebih membutuhkan seperti di Sumatra, Kalimantan dan Papua. (Agus Triyono)

baca juga: Proyek Kereta Cepat, Jepang Unggul di Teknologi dan China di Sosial-Ekonomi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com