"Mereka membangun kereta cepat tidak akan mau dengan cuma-cuma. Kereta cepat akan menjadi beban APBN seumur hidup," ujar Ketua Institute Studi Transportasi Darmaningtyas dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Dia mengatakan, pemerintah selama ini selalu berargumen bahwa proyek yang nilainya diperkirakan lebih dari Rp 60 triliun itu tak dibiayai oleh APBN, tetapi oleh investor swasta. Argumen pemerintah itu, kata Darmaningtyas, tak berlandaskan pemikiran yang jauh ke depan.
Dia menjelaskan, tak ada di dunia ini, pihak swasta ataupun negara yang dengan baik hati membangun infrastruktur tanpa menuntut konsesi-konsesi apa pun.
Saat ini, Jepang dan Tiongkok memiliki asumsi jumlah penumpang kereta cepat akan terus membeludak dari tahun ke tahun. Jika target penumpang tak tercapai, Jepang dan Tiongkok tidak akan mau menanggung rugi. Akhirnya, pemerintah pulalah yang harus menutup kerugian itu dengan pemberian subsidi operasional kereta cepat.
"Kami secara prinsip menolak karena ini negara kepulauan, sementara kesenjangan infrastruktur sangat besar," kata dia.
Apa yang diungkapkan Darmaningtyas itu didukung oleh Ketua Koordinator Komite Pembebasan Bensin Bertimbal (KKPBB) Ahmad Syafrudin. Menurut dia, tak ada yang bisa menjamin bahwa tawaran Jepang atau Tiongkok terkait pelokalan konten pada proyek itu bisa terealisasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.