"Pasar uang itu kan ruang untuk spekulasinya tinggi. Persoalannya memang pemerintah sendiri yang membuka ruang bagi spekulasi itu," ujar Enny di Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Ruang yang dimaksud tersebut yaitu adanya beberapa informasi kepada para pelaku pasar mengenai kemungkinan bila rupiah tembus Rp 15.000 per dollar AS. Dia melanjutkan, kabar tersebut kian santer ditelinga pasar setelah ada Menteri BUMN Rini Soemarno pergi ke Tiongkok untuk meminjam sejumlah uang. Pasar kata Enny, menilai kejadian-kejadian itu memiliki benang merah.
Selain itu kata dia, pasar juga mendengar bank-bank BUMN "dipaksa" untuk membiayai rencana pembangunan kerata cepat yang saat ini ada dalam kewenangan Kementerian BUMN.
"Orang jadi khawatir rupiah akan terus melemah dan akhirnya orang jadi borong dollar AS. Pasar juga khawatir defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok terus melebar," kata Enny.
Menurut dia, pemerintah seharusnya menghentikan ketidakpastian di pasar uang dengan memberikan kejelasan dalam setiap program pemerintah.
Selama ini tutur Enny, pemerintah terkesan tak kompak saat menggulirkan suatu program. Akibatnya, pasar tak bisa membaca arah kebijakan pemerintah sehingga ruang ketidakpastian itu terus semakin lebar. Begitu kata Enny.
Beban pelemahan rupiah ini menurut dia tak bisa dibebankan kepada otoritas moneter semata yaitu Bank Indonesia (BI). Cadangan devisa yang dimiliki BI memiliki angka yang terbatas dan tak mungkin terus-terusan disuntikkan ke pasar uang untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di pasar spot, Jumat (25/9/2015) dibuka melemah ke posisi Rp 14.706 per dollar AS, lebih rendah dibandingkan penutupan sebelumnya pada 14.684.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.