Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukung "Zero Burning", Pengusaha Sawit Minta Aturan Bakar Lahan Dihapuskan

Kompas.com - 26/10/2015, 11:05 WIB
Estu Suryowati

Penulis

Eddy juga menegaskan, tidak mungkin juga anggotanya dengan kesengajaan membakar aset perusahaan.

“Yang terjadi sekarang anggota kita justru ikut memadamkan yang di luar konsesi. Cuma kadang-kadang justru kita dilarang oleh masyarakat, karena mereka sengaja untuk berladang. Makanya tolong aturan itu ditutup. Tinggal sekarang bagaimana masyarakat berladang tanpa membakar, zero burning,” kata Eddy.

Aturan yang dimaksud Eddy tak lain adalah Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Eddy mengatakan, undang-undang ini memungkinkan pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Cara ini merupakan yang paling murah bagi petani swadaya. Menurut Eddy, apabila UU 32/2009 ini direvisi maka aturan-aturan yang ada di bawahnya akan mengikuti.

Ditemui dalam kesempatan sama, manajer kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi berharap pemerintah cermat dalam melihat industri sawit di Indonesia.

“Saat ini kita belum menemukan perkebunan yang sustainable seperti apa. Yang kita temukan kencang bersuara sustainable, yang dikampanyekan pelaku usaha, lebih kepada manipulasi imagi negara-negara konsumen bahwa sawit enggak merusak lingkungan. Padahal faktanya, hampir semua sawit yang diproduksi korporasi dilakukan dari proses babat hutan,” jelas Zenzi.

Kebakaran hutan yang saat ini terus terjadi – tidak seperti masa lampau – menunjukkan bahwa perkembangan industri sawit makin tak terkendali.

Padahal, lanjut Zenzi, suatu industri dikatakan sustainable apabila memenuhi syarat tiga hal, yaitu tidak menganggu pertumbuhan ekonomi, tidak mengganggu pertumbuhan lingkungan, serta tidak mengganggu pertumbuhan sosial.

“Sampai saat ini kita melihat ekspansi perkebunan kelapa sawit memang melonjakkan status kekayaan beberapa orang, tapi menghancurkan tatanan kultur dan lingkungan. Dia (industri sawit) tidak sustainable ketika negara harus mengeluarkan uang yang besar untuk mengendalikan dampak yang ditimbulkan,” ucap Zenzi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com