Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: "Mandatory" B15 Hanya Untungkan Korporasi Besar

Kompas.com - 26/10/2015, 13:14 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai kebijakan mandatory biodiesel campuran nabati 15 persen atau B15 hanya menguntungkan koporasi besar.

Terbukti, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) hingga saat ini masih fokus pada pemberian insentif kepada perusahaan fatty acid methyl ester (FAME) skala besar.

“Sampai sekarang kita lihat penggunaan biofuel dari CPO (Crude Palm Oil) itu skenario dari grup pengusaha untuk mengepakkan pasar mereka,” kata manajer kampanya Zenzi Suhadi, ditemui usai diskusi, di Jakarta, Minggu (25/10/2015).

Menurut Zenzi, inisiatif dari produsen CPO tersebut disebabkan menurunnya pasar mereka di Eropa. Di benua biru tersebut muncul kesadaran bahwa produksi sawit Indonesia tidak ramah lingkungan.

Zenzi tidak melihat upaya pemerintah dalam menyediakan pasar bagi hasil perkebunan rakyat dengan adanya kebijakan mandatory B15. Apa pasal?

Selama ini masyarakat masih jual Tandan Buah Segar (TBS) kepada perusahaan CPO/FAME.

“Kalau memang mau gunakan biofuel dari CPO, pemerintah harusnya mulai menempatkan masyarakat sebagai pemilik dari CPO,” ucap Zenzi.

Dengan luas lahan perkebunan rakyat yang mencapai 4 juta hektar, Zenzi optimistis, kapasitas produksi yang dihasilkan mampu memenuhi kebutuhan B15.

Zenzi mengatakan, kalau petani perkebunan rakyat difasilitasi untuk tidak hanya jual TBS, tetapi juga memproduksi CPO, maka dampak lingkungannya pun akan terkendali.

“Sebab, kemampuan masyarakat melakukan ekspansi paling tinggi itu 2 hektar,” sambung Zenzi.

Lebih lanjut dia menyebutkan, pemerintah sebenarnya sudah tahu peta sebaran petani perkebunan sawit yang ada di 15 provinsi. Adapun yang dibutuhkan, tinggal dukungan pemerintah untuk mengubah relasi masyarakat petani dengan korporasi.

Dari menjual TBS ke pabrik, beralih menyediakan jasa. Petani perkebunan bisa diorganisasi menjadi koperasi.

“Kalau pemerintah tidak mendorong hubungan pemerintah dengan masyarakat dalam konteks pemenuhan biofuel ini, sampai kapanpun bahan bakar kita tetap dalam kendali korporasi,” ucap Zenzi.

Sementara itu Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengatakan, menurut informasi yang ia terima saat ini anggaran dari BPDP untuk replanting dan pengembangan perkebunan rakyat sedang dalam proses.

“Kalau untuk replanting sedang dalam proses, takutnya nanti misalnya membantu perkebunan rakyat tapi ternyata di kawasan hutan. Jadi harus yang clean and clear betul, dan ada sertifikatnya. Jadi tidak semua rakyat dibantu,” kata Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com