Seperti janji di paket ekonomi IV, dalam beleid yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Jumat (23/10/2015) itu, pemerintah menghitung kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun sebelumnya.
Meski telah belasan tahun dibahas hingga menjadi peraturan resmi, nyatanya, pedoman pengupahan ini masih mengundang kritik. Bagi pengusaha, pedoman upah ini masih berpotensi menimbulkan tarik menarik antara buruh.
Utamanya yang punya masa kerja lebih dari setahun dengan pengusaha dalam menentukan upah di kabupaten atau kota di Dewan Pengupahan, setiap tahun.
Selama ini, sorotan publik atas PP Pengupahan hanya ditujukan ke upah minimum provinsi yang berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Toh pemerintah bersikeras.
"Penetapan upah sektoral tetap bipartit antara pekerja dan pengusaha," tandas Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker, Haiyani Rumondang, Senin (26/10/2015).
Sedang buruh masih keberatan dengan ketetapan tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Di pasal 43 ayat 5 di PP Pengupahan disebutkan, komponen kebutuhan hidup layak ditetapkan setiap lima tahun sekali.
Alhasil, untuk menetapkan UMP 2016, para kepala daerah akan menggunakan KHL tahun berjalan 2015. KHL tersebut memuat 60 komponen hidup layak.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengaku kecewa dengan beleid pengupahan ini.
"Percuma jika KHL dievaluasi hanya tiap lima tahun sekali. Sebab, penetapan kenaikan upah hanya didasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja," ucap Timboel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.