Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Akui Ada Sisi Negatif dari Trans-Pacific Partnership

Kompas.com - 27/10/2015, 20:21 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui adanya dampak negatif yang mungkin muncul jika Indonesia bergabung dalam Trans-Pacific Partnership (TPP). Salah satunya adalah persaingan ketat dalam bidang perkebunan dengan negara-negara lain yang tergabung dalam TPP.

"Memang pasti ada positif dan negatifnya. Negatifnya nanti ada persaingan-persaingan di bidang agrikultur, tetapi kita juga bisa pasar lebih luas, ini masalah pasar," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (27/10/2015).

Kendati demikian, menurut Wapres, Indonesia bisa memperluas pasar dan meningkatkan daya saingnya dengan bergabung dalam TPP. Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah sudah bertahun-tahun melakukan perundingan dan pengkajian untuk bergabung dalam TPP.

"Sekarang kita melihat bahwa ini untuk meningkatkan daya saing kita dan memperluas pasar supaya nanti jangan nanti kita mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan negara-negara yang ikut TPP seperti Vietnam, Malaysia, di Amerika, di Jepang, jadi kita mempertimbangkan untuk bergabung," tutur dia.

Dalam pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Gedung Putih, AS, Senin (26/10/2015) waktu setempat, Presiden Joko Widodo menyampaikan niat Indonesia untuk bergabung dalam Trans-Pacific Partnership (TPP).

Seperti dikutip dari siaran pers Tim Komunikasi Presiden, Jokowi menyampaikan bahwa ekonomi Indonesia adalah ekonomi terbuka, dengan kondisi bahwa Indonesia memiliki penduduk 250 juta jiwa.

Menurut Presiden, dengan bergabung dalam TPP, sejumlah keuntungan didapat, seperti tarif yang rendah. Namun, di sisi lain, Indonesia juga harus mengikuti aturan main yang ditetapkan TPP, termasuk tarif murah dan tidak mengistimewakan badan usaha milik negara (BUMN).

TPP saat ini diikuti oleh 12 negara, yakni Brunei, Chile, Selandia Baru, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Peru, dan Vietnam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com