Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gabung TPP Tanpa Kalkulasi, Indonesia Bisa Konyol

Kompas.com - 28/10/2015, 13:53 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati mewanti-wanti pemerintah untuk tak ikut-ikutan masuk kedalam Trans Pasific Partnership (TPP).

Di mata dia, keinginan Presiden Jokowi bergabung dengan TPP tanpa didasari perhitungan yang matang merupakan suatu kekonyolan.

"Pertanyaanya gini, pemerintah sudah punya kalkulasi belum? Punya kajian belum? Ini konyol kalau suatu kebijakan diambil karena pesaing (dagang Indonesia) ikut TPP. 'Kalau enggak ikut, matilah kita', konyol kalau seperti itu," ujar Enny kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (28/10/2015).

Menurut Enny, pemerintah sebaiknya benar-benar melakukan kalkulasi secara mendalam terkait rencana tersebut.

Pasalnya saat Indoneisa dinilai belum siap menghadapi dampak perdagangan bebas dari TPP yang merupakan anggotanya merupakan negara penggerak 40 persen ekonomi dunia.

Negara yang ikut dalam TPP di antaranya AS, Jepang, Australia, Selandia Baru, Kanada, Meksiko, Cile, dan Peru.

Selain itu beberapa negara-negara Asia Tenggara juga tergabung di dalamnya yakni Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Singapura.

Enny menilai, upaya pemerintah menggenjot produksi nasional baru dilakukan belum lama ini dengan berbagai insentif dalam paket kebijakan ekonomi. Namun ucap dia, hasil dari produksi tersebut belum terlihat.

Sementara negara-negara di TPP sudah memiliki produk dagang yang siap dengan persaingan global. Oleh karena, dia menilai, produk Indonesia akan kalah bersaing.

TPP sendiri diprakarsai oleh Amerika Serikat (AS) dan Jepang. Pembentukannya dilakukan sebagai apanya membendung perluasan ekonomi Tiongkok.

Menurut Obama, China akan menciptakan aturan-aturan baru ekonomi di Asia jika AS tak mengaturnya terlebih dahulu.

Sejak 4 tahun silam, AS memang sangat ingin menciptakan zona perdagangan bebas Trans-Pasifik.

Oleh karena itulah, AS mendorong Jepang, mengupayakan kesepakatan antara 12 negara penggerak 40 persen ekonomi dunia yang tergabung dalam TPP. Kerjasama Perdagangan TPP diyakini akan mengikat anggotanya sehingga tak memiliki keleluasaan dalam perdagangan global.

Tak mau kalah, China mendorong pemberlakuan Kawasan Perdagangan Bebas di Asia Pasifik (FTAAP).

Upaya itu jelas disampaikan dalam pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-22 APEC di Beijing pada November 2014 lalu. Hasilnya, para pemimpin APEC setuju perlunya upaya pencapaian FTAAP secara bertahap berdasarkan konsensus yang telah disepakati.

Namun, meski disepakati, persetujuan itu tak bersifat mengikat. Sebelumnya, dalam kunjunganya ke AS, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia tertarik dan bermaksud bergabung dalam Trans-pacific Partnership.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi langsung kepada Presiden AS Barack Obama di Gedung Putih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com