JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menganggap, perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh Pelindo II kepada perusahaan asing yakni Hutchison Port Holding (HPH), sama saja dengan kasus Freeport. "Ini tidak ada bedanya dengan kasus Freeport," ujar Rizal saat diundang rapat oleh Pansus Pelindo II DPR RI di Jakarta, Kamis (28/10/2015).
Kesamaan dengan Freeport itu kata Rizal terkait upaya perpanjangan kontrak yang dilakukan padahal waktu kontrak baru akan habis pada 2019 mendatang. Di mata mantan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu, perpanjangan konsesi JICT banyak keganjilan.
Menurut Rizal perpanjangan kontrak konsesi tersebut melanggar Undang-undang Nomer 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran. Dalam pasal 82, Otoritas Pelabuhan (OP) sebagai wakil pemerintah adalah pihak yang memberikan konsesi pelabuhan kepada badan usaha. Dengan begitu, Pelindo II harus melakukan konsesi dengan Otoritas Pelabuhan. Namun, hingga saat ini aturan tersebut belum dipenuhi Pelindo II.
BUMN pelabuhan itu justru sudah memperpanjang konsesi dengan HPH pada 2014 tanpa melibatkan OP yang merupakan kepanjangan tangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. "Ada surat dari kantor Otoritas Pelabuhan Pelabuhan Priok kepada Lino tanggal 6 agustus 2014, agar tidak perpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi dari kantor Otoritas Pelabuhan. Tapi Lino (Dirut Pelindo II) tidal mematuhi. Juga tidak mematuhi surat Dekom (Dewan Komisaris) Pelindo II. Komut (Komisaris Utama) Pelindo II Bapak Lucky Eko telah memperingatkan Lino agar melakukan revaluasi dan negosiasi ulang terjadap account fee dari perjanjian dengan Hutchison," kata Rizal.
Selain itu tutur Rizal, kejanggalan perpanjangan konsesi JICT juga meliputi tender perusahaan yang dinilai tertutup. Menurut Rizal apa yang dilakukan Pelindo II tersebut menimbulkan potensi kerugian negara apalagi tutur dia, nilai konsesi tahun 2015 sebesar 215 juta dollar AS lebih kecil dari nilai konsesi 1999 lalu sebesar 215 juta dollar plus 28 juta dollar. "Misal dulu volumenya 100, sekarang volume 200. Masa nilai kontrak berkurang. Itu cukup bukti, kerugian negara yang diterima sangat besar," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.