Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Segera Kirim Ampres RUU Tax Amnesty

Kompas.com - 06/11/2015, 08:24 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Meski sudah diperhitungkan dalam daftar sumber penerimaan negara, namun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pengampunan pajak atau yang lebih dikenal dengan RUU Tax Amnesty belum juga dibahas.

Maklum, hingga kini pemerintah belum juga mengirimkan amanat presiden (Ampres) terkait pembahasan RUU ini. Alhasil, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum bisa memulai pembahasan RUU Tax Amnesty.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito menuturkan, Menteri Keuangan telah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo yang berisi permohonan agar Presiden segera mengirim Ampres ke DPR.

Sebelumnya sempat terjadi pro dan kontra terkait asal usul inisiatif RUU ini. Semula RUU ini merupakan RUU inisiatif DPR, tapi akhirnya diputuskan inisiatif pemerintah. "Inisiatif dari pemerintah," ujar Sigit, Kamis (5/11/2015).

Sigit menambahkan, dalam draf RUU Amnesty yang akan diajukan pemerintah ke DPR, pengampunan pajak yang akan diatur hanya untuk menarik uang milik wajib pajak yang diparkir di luar negeri agar masuk ke Indonesia.

Pemerintah hanya mengampuni masalah pajaknya saja, tidak terkait tindak pidananya. Menurut Sigit. kebijakan ini diperkirakan bisa menarik dana WNI di luar negeri sebesar Rp 2.000 triliun.

Jika ditarik pajak sebesar 3 persen, nilainya mencapai Rp 60 triliun. Data jumlah simpanan WNI di luar negeri ini didapat dari berbagai pihak, diantaranya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan lembaga riset internasional McKenzie.

Sigit berharap presiden segera mengajukan Ampres ke DPR secepatnya. Sebab. "Undang-Undang ini harus rampung di tahun depan, karena Ditjen Pajak sudah menghitung penerimaan dari tax amnesty tahun depan sekitar Rp 60 triliun," ujarnya.

Sigit menegaskan RUU Tax Amnesty berdiri sendiri agar lebih cepat dibahas. Sebelumnya pemerintah berencana memberlakukan tax amnesty dengan merevisi UU Ketetapan Umum Perpajakan (KUP).

Catatan saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 pemerintah menetapkan penerimaan perpajakan Rp 1.546,66 triliun. Dari jumlah itu, penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 1.360,14 triliun.

Optimistis rampung
Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Firman Subagyo mengakui, hingga kini DPR masih menunggu presiden mengirim Ampres untuk membahas RUU Amnesty. Lantaran DPR masih reses, kemungkinan Ampres dari presiden masuk ke DPR setelah 20 November 2015.

Meski begitu, Firman optimistis pembahasan RUU Amnesty akan rampung sesuai jadwal yakni Maret 2016. "Ini tidak sulit. Komitmennya adalah untuk mendongkrak penerimaan negara," ungkapnya.

Menurutnya, upaya pemerintah untuk menggenjot penerimaan negara dan menambal defisit anggaran dengan ekstensifikasi pajak dan kebijakan perpajakan seperti pengampunan pajak ini merupakan pilihan yang baik.

Sebab, ia menilai keputusan ini lebih baik ketimbang haus menambah pinjaman luar negeri yang justru memberatkan masyarakat di masa mendatang. Karenanya, "DPR juga harus realistis. Jangan semua dipolitisasi," ungkap Firman.

Anggota Baleg DPR Misbakhun juga optimistis, pembahasanRUU Amnesty akan cepat selesai dalam masa sidang selanjutnya sehingga bisa juga cepat dibawa ke paripurna.

Anehnya, meski Dirjen Pajak telah menegaskan RUU ini menjadi inisiatif pemerintah, menurut Misbakhun, RUU ini akan dibahas sebagai inisiatif DPR RI. Bila pembahasannya RUU ini bisa cepat, aturan tax amnesty ini bisa diberlakukan tahun ini juga. (Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika, Herlina KD, Muhammad Yazid)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com