Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Turunkan Tarif Pajak Penghasilan

Kompas.com - 11/11/2015, 09:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar gembira bagi pembayar pajak di Indonesia. Pemerintah berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) pribadi yang saat ini bervariasi mulai 5 persen hingga 30 persen. Rencana ini bakal masuk dalam revisi undang-undang (UU) PPh yang akan dibahas dan berlaku awal tahun depan.

Rencana penurunan tarif PPh orang pribadi itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Penurunan tarif PPh pribadi ini bertujuan agar wajib pajak lebih nyaman melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Tetapi Bambang tak menyebut berapa tarif baru PPh pribadi karena masih dikaji.

Saat ini tarif PPh pribadi memiliki empat jenis berdasarkan tingkat penghasilan tahunan. Tarifnya mulai 5 persen hingga 30 persen dari penghasilan bulanan atau tahunan. Pemerintah belum jelas menyasar penurunan kelompok penghasilan yang mana, menengah atau bawah.

Jika penurunan tarif pajak pribadi hanya berlaku bagi kelas berpenghasilan tinggi, kebijakan ini dipercaya tidak bisa menggulirkan ekonomi karena hanya menguntungkan para kaum tajir. Berbeda halnya jika tarif kelas penghasilan menengah ke bawah, kebijakan ini bisa menolong mengerakkan daya beli masyarakat tahun depan.

Selain mengusulkan menurunkan tarif PPh orang pribadi, Kementerian Keuangan juga berencana menurunkan tarif PPh badan atau perusahaan tahun depan. Sehingga tarif PPh badan tahun depan di bawah tarif saat ini yang masih sebesar 25 persen dari laba perusahaan.

"Penurunan tarif PPh badan dan perseorangan sekaligus ini agar coverage pajak bertambah," kata Bambang di Bogor, akhir pekan lalu (7/11/2015).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak,  Mekar Satria Utama menambahkan, dalam pertemuan dengan 300 pengusaha besar di Kantor Pusat Pajak dua pekan lalu, Menteri Keuangan telah menyampaikan kepastian penurunan tarif PPh badan ini.

"Direncanakan tarif PPh badan minimal jadi 20 persen atau lebih rendah," katanya.

Penurunan tarif PPh badan minimal 20 persen adalah satu dari beberapa skenario yang ada. Saat ini tarif PPh badan 25 persen.

Rencananya, revisi UU PPh ini akan diusulkan pemerintah setelah kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lantaran revisi UU PPh tidak bisa dilepaskan dari beleid tax amnesty. Pasalnya, aturan tax amnesty akan membuat basis pajak bertambah.

Pemerintah mengakui, kebijakan penurunan tarif PPh ini akan  menurunkan target penerimaan PPh tahun depan yang naik 11 persen dari tahun 2015 ini menjadi Rp 757,2 triliun. Namun, Bambang yakin target pajak tahun depan bisa ditutupi dengan kebijakan tax amnesty.

Dalam kebijakan tax amnesty itu, Menkeu akan mendorong wajib pajak baru yang muncul dari tax amnesty untuk menanamkan dananya ke dalam obligasi, pasar modal, dan sektor riil.

"Kami harapkan investor yang masuk menggantikan peran asing," ucap Bambang.  

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengingatkan, selama peluang penghindaran pajak (tax avoidance) masih tinggi, penurunan tarif tidak serta merta memperluas basis pajak.

Makanya, Yustinus minta pemerintah mendalami motif penghindaran pajak lebih dulu. "Selama ini orang menghindari  pajak karena tarif atau karena hal lain, misal tak merasakan manfaatnya," kata Yustinus.  

Menurutnya, pemerintah  lebih baik mempertahankan tarif saat ini dan memperbanyak lapisan dan golongan penghasilan kena pajak sehingga lebih adil.    (Adinda Ade Mustami, Amailia Putri Hasniawati, Asep Munazat Zatnika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com