Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 5 Orang "Social Enterpreneur" Indonesia versi Danamon

Kompas.com - 13/11/2015, 10:19 WIB
Antonius Googie

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Sebanyak lima pengusaha yang membangun wirausaha berkelanjutan dan dapat mengatasi masalah sosial di lingkungan sekitarnya, meraih penghargaan dalam Danamon Social Enterpreneur Awards (DSEA) 2015.

Mereka menyisihkan 426 peserta dari seluruh Indonesia.

Kelima pemenang tersebut adalah Ahmed Tessario dari Banyuwangi, Fajri Mulya Iresha dari Depok, Putu Gede Asnawa Dikta dari Bali, Ni Kadek Citra Ekawati dari Bali, dan Yayah Muslimah dari Purbalingga, Jawa Tengah.

Fajri Mulya Iresha berhasil menjadi Peraih Favorit pilihan masyarakat Indonesia dari lima peraih DSEA 2015 berdasarkan hasil seleksi Dewan Juri.

Fajri berhak mendapatkan hadiah total sebesar Rp 50 juta, sementara keempat peraih lainnya menerima hadiah uang tunai masing-masing sebesar Rp 30 juta.

Fajri memberdayakan serta membina pemulung dan kaum marjinal dalam pengumpulan sampah di Depok,  Jawa Barat. Dia mendirikan Zero Waste Indonesia. untuk mengedukasi masyarakat mengenai sampah organik dan non organik. Selain itu juga membina bank sampah wilayah tersebut.

Omzet yang didapatkan CV Zero Waste Indonesia mencapai Rp 200 juta per bulan dengan kapasitas produksi 1 juta ton per hari.

Sementara Ahmed Tessario bergerak di bidang pengembangan teknologi desa, terutama di sektor pertanian.

Dia mengembangkan produksi beras organik, seperti beras merah organik dan beras hitam organik. Kini, pada tahun 2015, omzet per tahunnya mencapai Rp 1,75 miliar.

Adapun Ni Kadek Citra Ekawati dari Bali. Citra Ekawati menciptakan lulur Bali Alus sejak tahun 2000 dan ingin mempopulerkan bahan-bahan tradisional untuk perawatan tubuh sehingga dapat membantu peningkatan ekonomi warga sekitar.

Selain bisa meraup omzet belasan juta rupiah per hari, Citra Ekawati, dengan spa Bali Alus, bisa mengurangi pengangguran masyarakat sekitar rumahnya, terutama ibu-ibu rumah tangga.

Kini, Bali Alus punya karyawan kurang lebih 100 orang yang terdiri atas 40 persen karyawan tetap dan 60 persen karyawan lepas.

Kemudian Putu Gede Asnawa Dikta mengembangkan Desa Sibetan, Bali, sebagai desa Wisata Agro Park Salak.

Latar belakang dia mengembangkan desa itu karena harga salak anjlok dan petani salak di sana merugi.

Sejak berdirinya desa wisata pada tahun 2012, sedikitnya telah mengubah taraf perekonomian masyarakat desa dengan melibatkan masyarakat dalam mengolah aneka produk kreatif salak, buah, dan limbah salak yang menjadi pemasukan masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com