Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aksi Mogok Nasional, Apindo Imbau Pengusaha Tak Izinkan Buruhnya Ikut

Kompas.com - 22/11/2015, 07:30 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Para buruh berencana melakukan aksi mogok nasional pada 24-27 November. Aksi ini dilakukan untuk memprotes penetapan upah yang mengacu pada  formula baru.

Menanggapi aksi  itu, Asosiasi Pengusaha  Indonesia (Apindo) menyatakan, bila dalam aksi mogok nasional buruh pekan depan  ternyata  merugikan aktivitas perusahaan anggota Apindo, maka Apindo tidak segan-segan untuk melakukan tuntutan hukum, baik pidana maupun perdata.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, Apindo telah mengimbau anggotanya untuk tidak mengizinkan buruh di perusahaannya untuk ikut dalam aksi yang akan melumpuhkan kegiatan produksi perusahaan.

Sikap tegas Apindo ini, kata Haryadi, lantaran selama ini para pengusaha sudah banyak dirugikan oleh aksi mogok nasional. 

"Kami jadi bulan-bulanan. Di satu titik, cukup, tidak  dapat  ditolerir.  Para buruh melakukan  ini  (demo upah) di tengah situasi ekonomi  yang  sedang  sulit,"  ujar Hariyadi, Jumat (20/11/2015).

Sektor  industri, kata Hariyadi, tidak boleh terhenti berproduksi. Nah, aksi mogok kerja yang kerap digelar buruh mengakibatkan produktivitas  industri  tidak optimal.  Alhasil, pengusaha dirugikan.

Hariyadi mengakui, selama ini beban keuangan yang harus  ditanggung  pengusaha untuk karyawan  atau buruh cukup tinggi. Di luar gaji pokok,  pengusaha  juga  harus membayarkan berbagai jenis jaminan sosial.

Bila dihitung, beban pengusaha di sektor ketenagakerjaan  kini mencapai  43,74 persen-45,24 persen dari upah  pekerja.

Rinciannya,  kenaikan  upah minimum 2016 sebesar 11,5 persen, rata-rata kenaikan upah sundulan 14 persen,  cadangan  pesangon sesuai UU No 13/2003 sebesar 8 persen, jaminan kecelakaan kerja 0,24 persen-1,74 persen, jaminan kematian 0,3 persen,  jaminan hari tua 3,7 persen, jaminan pensiun 2 persen, dan jaminan kesehatan 4 persen.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, aksi mogok nasional pekan depan menyerukan tiga alasan utama. Pertama, PP No. 78/2015 tentang pengupahan melanggar konstitusi UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak hidup layak melalui instrumen Kebutuhan  Hidup  Layak (KHL). 

Kedua,  PP  tentang pengupahan menghilangkan hak  berunding oleh serikat buruh  sehingga  melanggar konvensi Organisasi Burun Internasional (ILO)  tentang hak berunding.

Ketiga, PP Pengupahan melanggar UU No  13/2003  tentang Ketenagakerjaan dan UU No  21/2000  tentang  serikat pekerja  yang punya hak berunding dengan pengusaha.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jamsostek Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Haiyani Rumondang  menuturkan, Kemenaker menghargai  aksi buruh  sebagai bentuk penyampaian aspirasi. Tetapi, ia berharap aksi mogok nasional dilakukan dengan santun dan tidak mengganggu kepentingan umum.

"Kami terus menyosialisasikan aturan upah ke daerah-daerah," ujar Haiyani. (Handoyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber KONTAN
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com