Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/11/2015, 16:05 WIB

Hingga kemudian Presiden berdasar Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1975 membentuk Tim Teknis Penertiban Pertamina (TTPP) yang beranggotakan tiga jenderal. Ironisnya, sekalipun salah satu temuan TTPP menyebutkan adanya korupsi di Pertamina, tidak pernah ada penyelesaian secara hukum.

KKN Migas

Kita juga pernah mendengar temuan Serious Fraud Office, Inggris, soal pembelian timbal oleh Pertamina kepada Innospec Ltd pada kurun tahun 2000 hingga 2006 yang diwarnai suap oleh Innospec Ltd kepada oknum pejabat-pejabat migas Indonesia.

Pembelian tersebut mengkhianati "program langit biru" tanpa bahan bakar minyak (BBM) bertimbal yang dicanangkan pemerintah. Kasus ini juga tidak terdengar penyelesaiannya secara hukum.

Kemudian, disusul kasus SKK Migas, yang terjadi pada masa setelah Pertamina tidak lagi diberi kuasa usaha pertambangan. Dari kasus ini sebenarnya KPK hampir berhasil menyentuh pusat pusaran korupsi yang cukup subtansial, tetapi langkah KPK membentur benteng yang sangat kuat dan hampir membuatnya "sekarat".

Saat ini juga sedang disidik kasus PT Trans Pacific Petrochemical Indotama tentang penjualan minyak/kondensat bagian negara tanpa tender. Penjualan ini diduga menyalahi Ketentuan KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat sehingga merugikan negara dalam jumlah triliunan rupiah. Berita penanganan kasus ini juga mulai sepi, tidak ingar-bingar sebagaimana ketika Bareskrim Polri mulai menyidiknya.

Petral merupakan anak perusahaan Pertamina. Didirikan pada 1976 berdasarkan Companies Ordinance Hongkong, Petral semula bernama Perta Oil Marketing Ltd (POML). Petral dibentuk untuk mendukung Pertamina dalam memasok dan memenuhi kebutuhan migas di Indonesia.

Salah satu kesimpulan kerja TRTKM menyebutkan bahwa Petral menguasai pengadaan mayoritas kebutuhan BBM berikut minyak mentah impor yang dibutuhkan Indonesia sehingga rawan penyimpangan. Maka, wajar apabila Petral menjadi sasaran para pemburu rente.

KKN dalam pengelolaan migas sudah menjadi tradisi. Dalam bisnis ini, kepentingan rakyat seperti berada di bawah kepentingan partai, kelompok, golongan dan elite. Resistensi dan pendapat sumbang dari beberapa kalangan terhadap langkah pemerintah terhadap Petral belakangan ini sesungguhnya memberi isyarat begitu banyak kepentingan yang merasa terancam.

Bisnis migas di Indonesia memang rawan kebocoran, korupsi, dan intervensi. Sejak zaman Orde Baru, migas menjadi sasaran pembiayaan kegiatan politik. Terlebih jika dilihat dari tren cara berpolitik berbiaya tinggi saat ini.

Saat ini, rasanya sulit berpolitik tanpa didukung subsidi dari negara atau ditopang hasil korupsi. Karena besarnya keuntungan, migas menjadi magnet yang diperebutkan oleh berbagai kekuatan dengan maksud untuk mengendalikan kebijakan dan atau berbisnis dengan keistimewaan (privilese). Dengan demikian, dari rezim ke rezim, migas akan terus menjadi sasaran KKN.

Kasus Petral adalah gambaran nyata pengaruh para pemain migas yang mampu memengaruhi kebijakan. Penyulingan BBM yang menjadi inti kegiatan pengolahan tidak mendapatkan perhatian serius dari pengambil kebijakan. Infrastruktur penunjang, seperti kilang penyulingan minyak mentah (crude oil) dan tangki penimbun, tak mencukupi kebutuhan, tetapi tidak kunjung dibangun sejak terakhir dibangun di Balongan pada 1994.

Sebagai negara yang memiliki cadangan migas dan jumlah penduduk terbesar kelima di dunia dengan teritori yang luas yang berorientasi laut (periphery), kita hanya memiliki kilang pengolah yang tentu tidak cukup. Rantai pengolahan seperti sengaja dibuat panjang, berbelit, dan diarahkan untuk selalu bergantung kepada asing sehingga memudahkan KKN.

Kini, masyarakat mulai membangun asa dan menaruh harap kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus Petral secara transparan dan adil. Keberhasilan penyelesaian akan menjadi momentum pembenahan tata kelola migas kedepan dan mengembalikan kedaulatan migas di tangan rakyat. Sekalipun sesungguhnya di balik pengharapan masih tersimpan keraguan, mampukah rezim kini menyelesaikannya.

Junaidi Albab Setiawan
Advokat, Pengamat Hukum Migas

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Petral dan Keseriusan Pemerintah".


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com