Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker Tegaskan PP Pengupahan Tak Akan Direvisi

Kompas.com - 25/11/2015, 07:47 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tidak akan direvisi meski menuai gelombang penolakan dari buruh.

Hanif mengklaim bahwa PP tersebut justru memberi kepastian pengupahan untuk buruh di Indonesia.

"PP pengupahan merupakan kebijakan terbaik yang bisa kita ambil saat ini demi kepentingan semua pihak," kata Hanif, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan bahwa PP Pengupahan itu memberikan kepastian terhadap kenaikan upah buruh. Ia juga menyatakan, dengan PP tersebut buruh terhindar dari ancaman upah murah.

"Dunia usaha juga terlindungi karena ada kepastian sehingga dunia usaha bisa berkembang dan membuka banyak lapangan kerja," ungkap Hanif.

Dalam kesempatan sebelumnya, Hanif sempat mengatakan bahwa ada indikasi penyesatan informasi oleh pihak tertentu yang disebarkan di kalangan buruh. Penyesatan informasi itu bertujuan agar elemen buruh mudah digerakkan turun ke jalan dan berdemonstrasi menolak PP Pengupahan.  (baca: Menaker: 6 Informasi Sesat Terkait PP Pengupahan)

Hanif mengungkapkan, ada enam contoh penyesatan informasi soal PP Pengupahan. Pertama, upah buruh hanya akan naik lima tahun sekali. Hanif menegaskan hal itu tidak benar sama sekali, sebab dengan sistem formula dalam PP Pengupahan upah buruh dipastikan naik setiap tahun, bukan setiap lima tahun.

Kedua, isu bahwa upah buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tidak dibayarkan. Menurut dia, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.

Ketiga, dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.

Menurut Hanif, hal itu tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11,5 persen.

Keempat, struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal tersebut juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.

Kelima, terkait isu peniadaan perlindungan terhadap upah. Menurut Hanif dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.

Keenam, serikat pekerja dihilangkan peranannya dalam pengupahan. Hal itu pun merupakan informasi tidak benar. Karena, menurut Hanif, dalam PP Pengupahan keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Dalam perkara ini, Hanif mengatakan, masih banyak isu senada yang tujuannya memprovokasi buruh agar mau turun ke jalan. Dalam menanggapinya, Hanif menyarankan agar serikat pekerja berunding dengan pengusaha di forum bipartit, bukan di jalanan.

"Makanya, saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Work Smart
Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Whats New
Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Whats New
Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Whats New
Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Whats New
IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com