Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Modal Sampah, Bisa Bayar Listrik sampai Produksi Biogas

Kompas.com - 08/12/2015, 22:08 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


Materi bukanlah segala-galanya. Bisa membantu pemerintah menjaga kebersihan lingkungan dan membahagiakan warga sudah lebih dari cukup

KOMPAS.com – Ungkapan di atas datang dari Sugeng Triyono. Berbicara dalam Konferensi Air dan Sanitasi Nasional (KSAN) 2015, mantan manajer bank ini pun bisa jadi tak pernah bercita-cita berurusan dengan sampah sampai rela meninggalkan pekerjaannya semula.

Sugeng adalah warga Semper Barat, Jakarta Utara. Sejak dulu, kawasan tempat tinggalnya itu tak pernah absen dari banjir tahunan tiap kali musim hujan tiba.

Kawasan Jakarta Utara memang punya permukaan tanah rendah, yang agak tinggi pun sudah penuh beton bangunan dan jalan sehingga tak bisa menyerap air. Kalaupun ada celah untuk tempat air meresap, jumlahnya tak banyak. Itu pun, sulit mengalir karena saluran mampat oleh sampah.

Dengan niat membangun lingkungan yang lebih bersih, Sugeng berinisiatif membangun bank sampah. Dia yang juga adalah Ketua RT 18 Kelurahan Semper Barat bersama sejumlah warga bervisi sama bahu-membahu menggarap ide tersebut.

Sugeng bahkan keluar dari pekerjaannya di bank. Dia lalu mendirikan “bank” yang dia manajeri sepenuhnya, yaitu Bank Sampah Kenanga Peduli Lingkungan (BSKPL). 

“Bank ini beroperasi sejak 16 Maret 2014. Awalnya, di sana sudah ada komunitas Semper Barat didampingi oleh Wahana Visi Indonesia melalui kelompok kerja Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan tumpukan sampah menjadi perhatian utama,” tutur Sugeng.

Sejak awal, perjalanan bank sampah itu tak pernah enteng. Sugeng dan warga lain nekat mengoperasikannya meski belum memiliki tempat pengumpulan sampah. Dana menjadi kendala utama.

Untungnya, sebagian besar warga setempat mendukung gerakan tersebut. Satu pos RT direlakan sebagai tempat pengumpulan pertama.

Meski begitu, ada juga yang tak sepakat. Beberapa warga protes karena khawatir kawasan tempat tinggalnya menjadi kumuh. Namun, Sugeng tak menyerah, ia dan pengurus bisa meyakinkan lebih banyak warga.

“Saking semangatnya, pengurus yang saat itu ada 12 orang urunan untuk biaya operasional. Uang itu didapat dari hasil menyisihkan pendapatan bulanan selama bekerja,” kata Sugeng. Dia sendiri mengaku mengeluarkan dana pribadi hingga Rp 30 juta.

Biaya operasional sebenarnya tak banyak tapi tetap ada untuk memastikan operasional bank sampah tak terhenti. Bank ini perlu karung dan plastik untuk mengangkut sampah dan diberikan pada warga secara cuma-cuma.

“(Awalnya) juga menyita waktu. Pertama beroperasi, kami harus datang ke rumah-rumah untuk mengangkut sampah mereka dan menyosialisasi gerakan ini,” kata Sugeng.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Sugeng Triyono dan sampah yang dia kelola bersama warga Semper Barat, Jakarta Utara, melalui bank sampah. Dari sampah, warga mendapatkan tambahan pendapatan dalam rekening ber-ATM, yang bisa terkoneksi dengan jaringan perbankan nasional. Sugeng memaparkan kinerja bank sampah pada Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional 2015, Rabu (11/11/2015)

Seiring berjalannya waktu, warga setempat yang sudah menjadi nasabah mau mengantarkan sampahnya sendiri. Dalam karung, sampah sudah dipilah, mulai dari botol plastik, botol kaca, gelas plastik, kemasan minuman kaleng dan karton, hingga sampah plastik lain.

ATM sampah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com