Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Era Kehidupan Sejahtera, Sejarah Diplomasi Ekonomi dengan Indonesia

Kompas.com - 16/12/2015, 20:33 WIB
Anne Anggraeni Fathana

Penulis

Oleh Tim Harcourt

KOMPAS.com – Di samping isu keamanan dan geopolitik yang beredar, tak bisa dimungkiri bahwa Indonesia dan Australia sudah menjadi partner ekonomi sejak lama.

Faktanya, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull – seperti pendahulunya, Paul Keating – melakukan kunjungan pertama ke Indonesia tepat setelah menduduki jabatannya. Padahal, setiap perdana menteri Australia memiliki tradisi kunjungan pertama ke London atau Washington.

Jika kita lihat sejarahnya, ada bukti kuat bahwa Australia selalu mendukung Indonesia. Begitu juga sebaliknya, sebagai partner ekonomi.

Bagaimanapun juga, Indonesia merupakan kontinen pertama yang menjadi rekan perdagangan Australia. Hal itu berawal, ketika nenek moyang Australia menjual teripang dan bahan baku lainnya pada rekannya di Makasar.

Sejak era awal kemerdekaan RI pada 1940-an, Australia telah menjalin kesepakatan dalam beragam bidang, seperti perdagangan, investasi, dan pendidikan.

Rekaman awal kerja sama kedua negara itu disaksikan langsung oleh Joe Isaac, seorang pengamat ekonomi Australia yang mendapat penghargaan di Sydney bulan lalu.

Menurut Isaac, yang hadir pada misi William Macmahon Ball di Batavia (nama awal Jakarta) di Dutch East Indies pada November 1945, hubungan dengan Australia begitu kuat dari masa awal kemerdekaan. Terutama ketika Indonesia melawan Belanda, tepat setelah Jepang menyerah di Perang Dunia II.

"Kami bertemu dengan Sukarno tepat setelah mendarat, dan dua kali setelahnya. Australia bersimpati dengan aspirasi politik Indonesia; dan dia menggambarkan reaksi Sukarno terhadap pengiriman kapal penuh dengan pasokan medis dari Pemerinta Australia. Tidak diragukan lagi, melihat tindakan pekerja pesisir Australia – yang menolak pemuatan kapal Belanda, terkait kemerdekaan Indonesia – Sukarno menunjukkan rasa syukurnya untuk dukungan tersebut,” ingat Isaac.

Bantuan tersebut merupakan sebuah tindakan besar untuk negeri yang baru merdeka. Isaac juga mencatat, seorang spesialis diplomasi-akademik Indonesia, Tom Critchley dan Jamie Mackie, “Memberikan kepercayaan pada Pemerintah Indonesia dalam pencalonan Australia dalam Good Offices Committee (Komisi Tiga Negara Perserikatan Bangsa- Bangsa) terkait tindakan pekerja pesisir yang melarang pemuatan kapal Belanda dan atas dukungan Australia pada Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB)”.

Dok UNSW BusinessThink Indonesia menghadirkan pemimpin dalam pemerintah dan wirausahawan senior Indonesia untuk berbagi wawasan eksklusif mengenai kondisi bisnis saat ini dan masa depan di Indonesia.

Lalu, 50 tahun kemudian, hubungan baik dalam bidang ekonomi itu berlanjut dalam krisis keuangan Asia pada 19997-1999. Saat itu, Reserve Bank of Australia (RBA) atau lebih tepatnya Wakil Gubernur Stephen Grenville, yang pada saat itu menjabat duta besar di Jakarta, berselisih dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Administrasi Clinton AS dalam analisis mereka terhadap perekonomian Indonesia.

Kemudian, Bendahara Australia, Peter Costello, menerapkan nasihat Grenville dan Gubernur RBA Glenn Stevens terkait Indonesia dan tidak mengindahkan IMF dan tim ekonomi Clinton. Selanjutnya, dia menerapkan tindakan yang benar-benar berbeda dari Washington terhadap perekonomian Indonesia.

Keputusan itu berakibat membaiknya perekonomian Indonsia. Tidak hanya itu, kondisi perekonomian pun lebih cepat pulih dan terhindar dari kejatuhan dibanding negara berkembang lainnya yang menuruti nasihat IMF.

Hasilnya, Indonesia menjadi rekan bisnis dan edukasi penting bagi Australia. Pada 2015, kerja sama perdagangan dua arah mampu menghasilkan keuntungan sampai 16 miliar dolar.

Pada skala lebih besar, Indonesia masih menjadi mitra ekonomi yang diremahkan. Padahal, nama-nama besar seperti ANZ, Leighton, Commonwealth Bank, Orica dan Bluescope, serta lebih dari 2.400 bisnis Australia mengekspor barang ke Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com