Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sagu, Potensi Pangan yang Masih Terabaikan di Indonesia

Kompas.com - 01/01/2016, 17:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

SORONG, KOMPAS.com - Orang awam mengenal sagu sebagai makanan pokok khas Indonesia bagian timur dan sedikit orang yang berminat menjadikannya makanan sehari-hari.

Tapi tahukah jika sagu tidak pernah lepas dari makanan sehari-hari yang kita makan?

Konsultan pabrik sagu milik Perhutani, Nadirman Haska mengatakan, bahan makanan seperti sagu, bakso, pempek, dan mie instan pun mengandung unsur sagu. Tapi banyak yang tidak mengetahui hal tersebut.

"Tapi tidak dijelaskan bahwa bahan bakunya sagu. Orang tidak mau terang-teranganan bahwa ini mengandung sagu," ujar Nadirman saat ditemui di kawasan pabrik sagu, Distrik Kais, Sorong Selatan, Kamis (31/12/2015).

"Sagu dianggap oleh orang kita bukan makanan orang terhormat. Image sagu itu jelek," ujar dia.

Nadirman lantas menganggap sagu sebagai tumbuhan yang luar biasa. Tanpa perlu perawatan khusus, sagu bisa tumbuh dengan sendirinya.

Berbeda dengan lahan kelapa sawit yang kering, lahan di sekitar perkebunan sagu justru basah dan gembur sehingga sagu bisa terus berproduksi.

"Kita bangsa Indonesia dianugrahi Tuhan tanaman ajaib, punya daya tumbuh dan produksi yang ajaib. Mukzizat enggak itu yang dianugerahkan Tuhan," kata Nadirman.

Nadirman mengatakan, produksi sagu harus dilakukan secara berkesinambungan. Di Distrik Kais, ia melihat potensi yang besar untuk mengembangkan bisnis sagu.

Selama ini, kata Nadirman, sekitar enam ton per hektar sagu yang tidak bisa dipanen pertahunnya karena mati.

"Tapi di sini, percayalah, kita bisa produksi 100 ton perhari dengan sistem yang berkesinambungan," kata dia.

Tak hanya kulit dan tepungnya yang berguna, bahkan ampas sagu pun masih berguna bagi masyarakat.

Nadirman mengatakan, di ampas sagu bisa tumbuh jamur yang aman dikonsumsi manusia. Bahkan, nilai jamur tersebut terbilang mahal saat dipasarkan di supermarket.

"Sekilo jamur basah harganya Rp 12.500. Kalau sudah kering, sekilo bisa Rp 80 ribu," kata Nadirman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com