Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/01/2016, 15:27 WIB

Sementara itu, Duta Besar RRT untuk Indonesia Xie Feng mengatakan, kereta api cepat akan menjadi kereta api cepat pertama di ASEAN dan kereta api cepat pertama yang dibangun di daerah tropis.

Diselaraskan LRT

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, dengan adanya permintaan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk menyelaraskan kereta api cepat dengan kereta ringan atau light rail transit (LRT) Bandung Raya, akan segera dilakukan studi kelayakan. Pembangunan LRT Bandung Raya diperkirakan dapat dimulai triwulan III tahun ini sehingga dapat beroperasi bersamaan dengan beroperasinya KA cepat.

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Hanggoro Budi Wiryawan mengatakan, untuk pengembangan kawasan, pihaknya bekerja sama dengan konsultan untuk menyusun rencana induk pengembangan kawasan. Setelah rencana induk jadi, akan diajukan izin lokasi kepada kepala daerah terkait. Setelah itu, baru pihak lain, seperti pengembang, diikutsertakan.

Rini menyatakan, proses pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan telah dilakukan secara bertahap dan semua syarat telah dipenuhi PT KCIC. ”Dan biarpun amdal sudah selesai, kami pun akan selalu terbuka untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian. Itu hal yang normal,” kata Rini.

Presiden Joko Widodo beserta tamu penting lainnya menyaksikan pengerukan tanah pertama saat peletakan batu pertama mega proyek kereta cepat dan pengembangan sentra ekonomi koridor Jakarta Bandung di Perkebunan Teh Mandalawangi Bagian Maswati di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1/2016). Proyek kerjasama Indonesia dan Tiongkok itu untuk meningkatkan efisiensi mobilitas barang dan orang.

 Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, pengurusan perizinan kereta api cepat ini merupakan yang tercepat sepanjang sejarah Indonesia. ”Bahkan izin pinjam pakai hutan saja tiga hari selesai,” katanya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk Bintang Perbowo mengatakan, meski pengurusan izin dinilai cepat atau terburu-buru oleh banyak pihak, semua perizinan itu dilakukan dengan benar sesuai peraturan yang berlaku.

Rekayasa struktur

Kepala Bidang Pemantauan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunung Api (PVMBG) Gede Suantika mengatakan, daerah Walini yang menjadi lokasi peletakan batu pertama pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung merupakan daerah paling rawan longsor. Dibutuhkan rekayasa struktur bangunan agar risiko bisa diminimalkan.

”Sepanjang jalur kereta api cepat ini memang zona rawan longsor. Namun, di lokasi peletakan batu pertama pembangunan proyek ini, merupakan yang paling rawan,” kata Gede Suantika.

Bandriyo, Kepala Bidang Mitigasi Bencana, Gempa Bumi, dan Gerakan Tanah PVMBG menyarankan agar dilakukan kajian secara rinci tentang potensi gerakan tanah di jalur ini.

Selain ancaman longsor, daerah ini juga rentan terdampak gempa bumi. Untuk gempa bumi diperlukan pembuatan sistem peringatan dini gempa sehingga kereta api bisa dihentikan sebelum gelombang gempa memengaruhi perjalanan kereta api.

”Sampai sekarang kita belum mempunyai sistem peringatan dini gempa,” kata Kepala Bidang Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.

Terkait penggunaan lahan Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Dwi Badarmanto mempersilakan lahan Lanud Halim digunakan untuk proyek KA cepat Jakarta-Bandung. (NAD/ARN/AIK/CHE/ONG/SON)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 1 dengan judul "KA Cepat untuk Pertumbuhan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com